Sydney (ANTARA News) - Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan, kesepakatan antara Indonesia dan Australia tentang kerja sama pembuatan vaksin flu burung (H5N1) masih menunggu proses sehari atau dua hari ini karena Indonesia ingin memastikan dahulu tentang manfaat yang akan diperolehnya dari mengirim sampel virus ke negara benua itu. "Kita menunggu kesepakatan dalam sehari-dua hari ini. Soalnya harus ada deal (kesepakatan) dulu antarpemerintah. Nah, deal itu sekarang ini belum. Masih akan dibicarakan lebih lanjut lagi," kata Menkes Siti Fadilah Supari kepada ANTARA News yang menemuinya seusai pertemuannya dengan Menteri Kesehatan dan Penuaan Australia, Tony Abbott di Sydney, Rabu. Menurut Menkes, dalam pertemuan bilateralnya dengan Tony Abbott, kedua pihak baru membicarakan perihal kerja sama untuk pembuatan vaksin jika kedua negara sepakat dalam sharing virus dan sharing benefit (berbagi virus dan berbagai manfaat dari pembuatan vaksin dari sampel virus yang dikirim-red). "Problemnya sekarang ini adalah (di tingkat) internasional hal itu tidak ada guidelinenya. Nah menurut guideline (pedoman) yang mana kalau kita mau mengirim virus. Nah itu belum ada. Kita menunggu kesepakatan dalam sehari-dua hari ini," katanya. Terkait dengan masalah pengiriman contoh virus flu burung, Indonesia pernah menghentikan pengirimannya ke laboratorium kolaborasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Tokyo sebagai bentuk protes terhadap perusahaan farmasi yang menggunakan turunan vaksin asal Indonesia tanpa memberitahu Jakarta. Namun, terlepas dari belum adanya kesepakatan final antara Indonesia dan Australia, ANTARA News mencatat Australia sebagai salah satu negara sahabat yang gencar menjalin kerja sama bilateral dengan Indonesia dalam penanganan wabah flu burung sejak virus mematikan yang menyerang unggas tersebut merebak tahun 2003. Oktober 2006 lalu misalnya, Pemerintah Australia membantu memperkuat deteksi flu burung di Indonesia dengan memberikan bantuan tambahan sebesar Rp11 miliar. Duta Besar Australia untuk Indonesia Bill Farmer mengatakan, bantuan tambahan yang merupakan bagian dari paket bantuan Australia sebesar Rp107 miliar untuk memberantas virus flu burung di Indonesia itu digunakan untuk memperkuat kapasitas Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner dalam mendiagnosis virus H5N1 di peternakan. Dari Rp107 miliar yang telah dijanjikan itu, Pemerintah Australia hingga Oktober 2006 telah mengeluarkan sebesar Rp62 miliar untuk membiayai pengerahan tim cepat tanggap Badan Kesehatan Dunia (WHO), pembelian 50 ribu paket Tamiflu, pembuatan Rencana Nasional Kesiapan Pandemik untuk Indonesia, dan Pengawasan Berbasis Masyarakat. Kedua negara juga sudah bekerja sama dalam memperkuat jaringan laboratorium kesehatan hewan Indonesia di tingkat provinsi, nasional dan regional, serta memperkuat sistem karantina internal Indonesia guna mencegah penyebaran penyakit ke daerah-daerah yang belum terkena virus flu burung.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007