Jakarta (ANTARA News) - Sebuah organisasi nirlaba di bidang pelestarian kain tradisional dan kuno se-nusantara mengungkapkan bahwa banyak koleksi kain kuno dan langka asal Indonesia yang berusia ratusan tahun, dikuasi oleh kolektor asing sehingga negara kehilangan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Ike Nirwan Bakrie, Ketua Rumah Pesona Kain (RPK), sebuah organisasi perkumpulan para pencinta dan pelestari kain kuno di Indonesia, kepada wartawan di Jakarta Rabu mengatakan, sampai saat ini jumlah kain-kain kuno yang "lari" ke luar negeri itu belum terdata pasti. Sebagian kecil tersimpan aman di Museum Tekstil, namun sebagian besar dimiliki secara individual dengan lokasi tersebar di seluruh Indonesia. "Kain-kain tradisional kuno berusia ratusan tahun itu umumnya dimiliki masyarakat secara turun-temurun. Kain-kain tersebut sudah langka. Kalau dimiliki oleh anggota masyarakat yang mengerti dengan nilai budayanya yang tinggi, maka kain itu akan terawat dan tersimpan baik. Namun, yang jadi masalah kalau si pemilik sedang kesulitan uang, maka kain itu dengan mudahnya bisa dijual kepada wisatawan asing. Biasanya saat musim naik haji," kata Ike Nirwan Bakrie, yang didampingi Ketua Penasehat RPK Linda Agum Gumelar dan bintang film Widyawati. Dikatakan Ike --istri Nirwan Bakrie , pimpinan Grup Bakrie bahwa "larinya" kain-kain kuno tersebut ke luar negeri merupakan kerugian besar bagi bangsa Indonesia karena biasanya kain-kain tersebut sudah langka dan tidak ada lagi koleksi sejenisnya. "Jumlah kerugiannya sulit dihitung karena kain-kain kuno berusia ratusan itu memang tidak ada patokan harga. Tapi sudah pasti harganya tinggi sekali," kata Ike. Pada kesempatan jumpa pers itu, RPK sempat memamerkan contoh-contoh koleksi miliknya berupa kain tradisional dari Lampung yang berusia antara 200 hingga 300 tahun , namun masih terawat baik. Sementara itu, Ketua Penasehat RPK Linda Gumelar mengatakan bahwa organisasinya yang berdiri sejak 21 September 2005 tersebut telah berupaya mengumpulkan kain-kain tradisional kuno di Indonesia serta membuat duplikat atas kain-kain kuno tersebut. "Dengan cara ini, jika turis mau beli, silahkan beli yang duplikatnya saja, yang aslinya biar tetap dimiliki bangsa Indonesia," kata dia. Dikatakan Linda bahwa proses replikasi kain-kain kuno tersebut sangat sulit dan memakan waktu lama karena umumnya teknik pembuatannya memang sulit. Demikian pula bahan-bahannya tidak sama dengan bahan-bahan pembuatan tekstil saat ini. Istri mantan Menhub Agum Gumelar ini juga menjelaskan RPK saat ini telah membina para perajin kain tradisional ,namun saat ini baru di Lampung dan Cirebon (Jawa Barat), dalam rangka meningkatkan keterampilan mereka, baik dari segi pembuatan kain, desain, promosi, pemasaran, menyebarkan informasi kain kuno , dan meningkatkan apresiasi serta kecintaan masyarakat pada terhadap kain-kain kuno Indonesia. Terkait dengan upaya promosi, apresiasi, dan pelestarian kain tradisonal kuno tersebut, dikatakan bahwa pihaknya akan menggelar acara bertemakan "Pesona Kain Indonesia dari Masa ke Masa" pada hari Sabtu (9/6) di Hotel Sultan, Jakarta. Acara tersebut akan dikemas dalam serangkaian kegiatan seperti "talk show", peragaan busana, lomba peragaan busana anak-anak serta bazaar produk kain dari para perajin seluruh Indonesia.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007