"Nomor andalan saya memang lari 100 meter," ujar Abdul ketika ditemui usai pertandingan di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, Senin.
Turun di nomor lari 100 meter T11 putra, dia berhasil menjadi yang terbaik dengan menorehkan catatan waktu 11,54 detik, mengalahkan dua pelari Thailand yaitu Watbok Peerapon dengan 11,77 detik dan S. Songphint dengan 11,79 detik.
Adapun selain meraih emas, torehan waktu Abdul Halim itu menyamai rekor yang dibuatnya di ASEAN Para Games di nomor yang sama di Myanmar 2014.
Nama Abdul Halim Dalimunthe cukup dikenal di kancah cabang olahraga atletik difabel, baik di dalam dan luar negeri.
Pemuda asal Bandung, Jawa Barat, itu merupakan peraih medali emas juga untuk nomor 100 meter di ASEAN Para Games ke-8 di Singapura pada tahun 2015 lalu.
Di tingkat nasional, dia adalah pemegang medali emas di beberapa nomor lari Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas), termasuk di Peparnas XV di Jawa Barat tahun 2016.
Salah satu prestasi terbaiknya sebagai olahragawan adalah ketika dia menjadi satu dari sembilan atlet yang mewakili Indonesia tampil di Paralimpiade 2016 di Rio de Janeiro meski ketika itu dia tidak berhasil mendapatkan medali.
Namun, di umurnya yang sudah menyentuh 31 tahun, Abdul Halim merasa tidak terlalu berniat untuk kembali lagi ke ajang Paralimpiade, yang edisi terkininya tahun 2020 digelar di Tokyo, Jepang.
"Menuju ke sana juga perlu mendapatkan banyak poin dengan mengikuti kejuaraan-kejuaraan. Saya memikirkan usia. Akan tetapi kalau untuk level Asia saya kira masih sanggup, termasuk di Asian Games tahun 2018 di Indonesia," kata Abdul, yang sejak tahun 2013 selalu didampingi pelari jarak pendek nasional Ahmad Azlan sebagai pendamping lari ("guide runner") ketika tampil di nomor lari di berbagai kejuaraan atletik difabel, termasuk di ASEAN Para Games 2017.
Cabang olahraga atletik meraih total sembilan medali emas di hari pertama bergulirnya kompetisi cabang olahraga tersebut di ASEAN Para Games ke-9, Kuala Lumpur, Senin.
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017