Surabaya (ANTARA) - Kepala Dusun (Kasun) Alastlogo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jatim, Samad (53), mengaku dirinya sempat mendengarkan adanya tiga kali perintah tembakan menjelang insiden yang menewaskan empat orang pada 30 Mei 2007 LALU.
"Saya mendengar perintah tembakan itu, karena saya saat itu memang melakukan negosiasi dengan anggota Marinir dengan jarak sekitar 15 meter dari warga," ujarnya, saat menyampaikan kesaksian di Surabaya, Rabu.
Ayahanda dari korban tewas Mistin dan kakek dari korban luka Choirul Alam yang kini dirawat di RS Syaiful Anwar, Malang, itu, mengemukakan hal itu dalam testimoni di Fakultas Sastra Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Menurut pria berkacamata itu, perintah tembakan pertama itu dikatakan komandan dari belasan anggota Marinir saat menerima surat protes dari warga, tentang pengelolaan lahan Alastlogo oleh PT Rajawali Nusantara.
"Surat yang berisi proses di PN Surabaya itu langsung dimasukkan kantong, kemudian komandan itu bilang mana yang mengantar surat itu, tembak saja. Tapi perintah itu tak digubris," ucapnya.
Setelah itu, katanya, warga terlihat ramai, kemudian sang komandan mengeluarkan perintah lagi (perintah kedua). "Siapa yang ngoceh (bicara terus-menerus), tembak saja. Tapi perintah itu juga tak digubris," tegasnya.
Namun, katanya, komandan dari belasan anggota marinir itu justru memerintahkan untuk ketiga kalinya. "Pasang peluru tajam, kemudian saya tiarap di dekat lutut para anggota Marinir itu," paparnya.
Perintah ketiga itu, menurut dia, akhirnya berlanjut dengan bunyi "dor-dor-dor" yang diarahkan kepada warga. "Saya sempat berdiri untuk meminta tembakan dihentikan. Saya katakan, stop, jangan teruskan, seberapa kekuatan warga, jumlah warga nggak banyak," ungkapnya.
Ia menceritakan upaya menghalangi tembakan itu justru membuat lima orang anggota Marinir menodongkan senjata ke arahnya.
"Mereka mengatakan kamu melawan ya. Kemudian saya dipukul dan ditendang seperti bola," ucapnya dalam testimoni yang juga menampilkan Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya, Athoillah SH, itu.
Setelah itu, katanya, dirinya dibawa ke barak. "Tapi, saat mereka lengah, maka saya melarikan diri ke arah selatan. Saya sempat mengetahui komandan lari ke belakang dengan mengeluarkan tembakan ke atas dan akhirnya anggota Marinir lainnya berdatangan," paparnya.
Ditanya kemungkinan adanya perlawanan dari warga, ia mengatakan hal itu tak mungkin dilakukan, karena saya ada di depan mereka dalam jarak sekitar 15 meter.
"Kalau mereka melakukan lemparan atau apa, saya justru tahu. Bahkan saya juga akan kena," ucapnya, dalam kesaksian yang juga dihadiri Direktur LBH Surabaya ,M Syaiful Aris, Kepala LBH Pos Malang Syaiful Arif SH, dan Kepala PusHAM Unair, Bambang Budiono. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007