Bogor (ANTARA News) - Dinas Kesehatan Kota Bogor, Jawa Barat mewaspadai peredaran obat keras merek PCC atau Paracetamol-carisoprodol-caffeine dengan mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi obat-obatan, guna mengantisipasi tragedi yang terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara.
"PCC tu obat keras yang tidak boleh dijual sembarangan atau harus seizin dokter," kata Kepala Seksi Perbekalan Kesehatan, Pengawasan Obat dan Manakan, Dinas Kesehatan Kota Bogor, Nurhaeda, di Bogor, Sabtu.
Nurhaeda menyebutkan PCC dulunya obat untuk penyakit jantung dan tidak boleh dikonsumsi sembarangan, karena banyak yang menyalahgunakan obat tersebut sehingga izin edarnya ditarik.
"Dan tidak boleh dijadikan sebagai obat lagi," katanya.
Menurutnya PCC yang beredar di Kendari kemungkinan diproduksi dan dijual secara ilegal. Tujuannya bisa jadi untuk mendapatkan "euforia effect", "pleasure effect" atau dalam bahasa orang yang mengkonsumsi bisa nge fly.
"Efek ini terjadi karena obat bekerja di susunan syaraf pusat yang membuat matinya rasa sakit, membuat rileks dan tidur menjadi nyaman," katanya.
Menurutnya kalau obat tersebut dikomsumsi secara berlebihan serta dicampur dengan obat lain bisa mempengaruhi susunan saraf pusat dan segala sesuatu yang mempengaruhi saraf pusat akan menimbulkan halusinasi.
Nurhaeda mengatakan karena PCC merupakan barang ilegal sehingga keberadaannya tidak bisa terpantau dan terdeteksi, termasuk di Kota Bogor. Kecuali jika ada razia dari kepolisian.
"Kami belum mendapat laporan dari masyarakat atau puskesmas adanya korban penyalahgunaan PCC," katanya.
Guna mengantisipasi peredarannya, Dinas Kesehatan bersama Dinas Perindustrian dan Pedagangan lanjutnya, melakukan penyuluhan ke sejumlah sekolah terkait cara memilih obat dan menjadi konsumen cerdas.
Sebelum membeli obat, masyarakat ahrus lebih dulu memperhatikan izin edarmya, membeli di tempat resmi, perhatikan tanda lingkuran pada kemasan obat dan jangan sembarangan menerima obat dari orang yang tidak dikenal.
"Untuk meminimalisir penyalahgunaan obat, sosialisasi dan penyuluhan kita gencarkan," kata Nurhaeda.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017