Banda Aceh (ANTARA News) - Gempa susulan berkekuatan 4,7 pada skala Richter (SR), Rabu (6/6) dinihari, kembali mengguncang kota Banda Aceh, namun tidak menimbulkan kepanikan dikalangan warga masyarakat. Kepala Stasiun Geofisika Mata Ie, Kabupaten Aceh Besar, Syahnan, menyebutkan gempa yang terjadi pukul 03.33 WIB itu berada pada koordinat 5,27 Lintang Utara (LU) - 94,57 Bujur Timur (BT), dengan pusatnya di laut sekitar 88 KM sebelah barat daya kota Banda Aceh. Gempa yang berada pada kedalaman 33 KM itu sebagian besar tidak dirasakan manusia, karena terjadi pada dinihari, sehingga sebagian masyarakat masih dalam waktu tidur. Sejak bencana gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004, wilayah Aceh hingga kini masih sering diguncang gempa, setiap hari antara 15-18 kali, sebagian besar tidak dirasakan manusia, terutama bagi mereka yang dalam kesibukan, karena kekuatannya guncangan rata-rata di bawah 4,0 SR. "Gempa yang berkautana di atas 4,7 SR setiap bulan tercatat antara tiga sampai empat kali," katanya. Dua hari lalu, masyarakat di kota Banda Aceh dan Aceh Besar dilanda kepanikan luar biasa karena alarm sistem peringatan tsunami dini (TWS) berbunyi, menyusul terjadinya arus hubungan pndek pada listrik. Pada saat itu warga yang tinggal di daerah pesisir berlarian karena cemas terjadi tsunami. Dalam sehari itu, tiga dari enam alarm peringatan tsunami dini di Banda Aceh dan Aceh Besar berbunyi, yakni lokasi Desa Jahu sekitar pukul 10.30 WIB, menyusul sirine lokasi pesisir Ulele sekitar pukul 13.00 WIB dan terakhir alarm sirine Lhoknga sekitar pukul 15.35 WIB. Suasana kepanikan masyarakat berhasil dikendalikan, setelah aparat keamanan mengumumkan dengan menggunakan mobil unit keliling menjelaskan alarm peringatan tsunami dini berbunyi bukan karena gelombang air laut naik, tapi akibat gangguan listrik, yaitu arus hubungan pendek atau konslet. "Setelah mendengar pengumuman keliling dengan menggunakan alat pengeras suara, akhirnya masyarakat yang sebagian sempat berlari hingga lebih dua kilometer kembali ke desa masing-masing untuk melakukan aktivitas kembali secara normal," demikian Syahnan. (*)
Copyright © ANTARA 2007