Jakarta (ANTARA News) - Pengamat transportasi publik Azas Tigor Nainggollan mengatakan munculnya bisnis transportasi dalam jaringan (daring) adalah bentuk dari tanggapan terhadap gejala sosial karena kurang layaknya kendaraan umum di wilayah tersebut.
"Di Jepang itu tidak ada transportasi daring, karena transportasi umumnya sudah dianggap memadai oleh masyarakat," kata Azas Tigor dalam diskusi terkait "Transportasi online pasca putusan MA" di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan di negara yang sudah maju rata-rata memang masih ada transportasi daring, sebab wilayah yang luas maka beberapa daerahnya belum terjamah transportasi publik yang layak.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastadi mengatakan semua pihak harus sering duduk bersama dalam mengatasi polemik transportasi daring. Baik dari sisi pengusaha aplikasi serta konvensional, mitra (driver), pemerintah, hingga konsumen.
"Ini adalah bentuk dari industri kreatif yang berkembang pada zaman digital, jelas ini adalah revolusi industri 4.0, maka persaingan tetap harus ada, namun pemerintah cukup mengawasi saja, agar aturan baik untuk semua pihak," katanya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan berjanji segera merampungkan uji publik penyusunan peraturan pengganti Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek alias taksi daring atau taksi online.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hindro Surahmat mengatakan saat ini uji publik yang sudah dilakukan baru di Makassar.
"Paling akhir bulan ini sudah harus uji publik, harus cepat karena menyangkut hidup orang banyak," katanya.
Dia menjelaskan perkembangannya penyusunan peraturan baru taksi online tersebut masih dalam tahap diskusi dan menerima masukan-masukan dari pemangku kepentingan terkait.
Terkait 14 poin yang dianulir dalam PM 26/2017 oleh putusan Mahkamah Agung, dia mengatakan masih dalam pembahasan apakah akan dimasukkan kembali ke dalam PM yang baru, seperti soal kuota dan tarif batas atas dan bawah.
MA telah menganulir 14 poin dalam PM 26 Tahun 2017, artinya peraturan tersebut tidak lagi berlaku selama tiga bulan sejak putusan uji materi tersebut dikeluarkan, yakni 1 Agustus 2017.
Dengan demikian, PM 26/2017 tidak lagi berlaku dan Kemenhub harus menyusun peraturan baru sebagai payung hukum pengoperasian taksi online.
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017