"Ya ini mestinya tidak boleh terjadi. Nanti saya minta para dirjen awasi dan amati hal ini. BUMN itu tak layak garap proyek-proyek kecil. Ini yang mungkin dilakukan oleh anak cucu usaha BUMN tersebut," kata Basuki kepada pers di Jakart, Jumat.
Sebelumnya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menilai saat ini ada tren Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memonopoli pekerjaan di proyek infrastruktur nasional.
"Contoh untuk proyek jalan tol, kalau pekerjaan penyediaan batu dan besinya serta pasirnya dikerjakan oleh anak usaha dan cucu BUMN, apa itu tidak monopoli?" kata Ketua Umum HIPMI Bahlil Dahalia usai menghadiri Kelompok Fokus Diskusi PB NU "Mendorong Peran Swasta Untuk Lebih Partisipatif Dalam Pembangunan Infrastruktur".
Menurut dia, konteks monopoli dalam hal ini adalah bila bagian pekerjaan dengan angka tertentu seharusnya bisa diserahkan kepada pengusaha nasional, itu harus diserahkan ke pengusaha lainnya.
"Kita setuju ada penguatan BUMN untuk pekerjaan-pekerjaan besar. Kalau yang kecil kecil juga untuk BUMN, lalu di mana peran swasta nasional," ucapnya.
Menurut Basuki, sejumlah BUMN Karya seperti Waskita selalu mengerjakan proyek-proyek di atas Rp300 miliar. "Kalau yang kecil-kecil. Ini yang mungkin masih dikerjakan anak usaha mereka. Ini ke depan mestinya tidak lagi," katanya.
Oleh karena itu, Basuki mendukung jika untuk hal itu diperlukan sebuah peraturan presiden. "Kalau saya regulasi, takutnya nanti bertentangan dengan Keputusan Presiden," katanya.
Sebelumnya, Bahlil, menyebutkan pekerjaan infrastruktur pemerintah yang harusnya bisa dikerjakan oleh pengusaha nasional yang layak dengan nilai pekerjaan Rp100-200 miliar, seharusnya diserahkan ke mereka.
"Tujuan BUMN dibuat setelah merdeka kan antara lain untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan merekrut tenaga kerja. Bukan malah mematikan pengusaha nasional," ujarnya.
Selain itu, tegasnya, BUMN dibuat bukan untuk membuat profit sebesar-besarnya. "Jadi beda. Jangan filosofi dasar lahirnya BUMN dipelintir," imbuhnya.
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017