"Tablet PCC ini adalah obat ilegal tanpa izin edar dari BPOM karena berisi zat carisoprodol yang dijual perorangan," kata Adillah di Kendari, Kamis, saat memberi keterangan pers menyikapi pemberitaan terhadap kasus yang terjadi di Kendari beberapa hari terakhir.
Video remaja yang menjadi korban obat ini juga menjadi viral di media sosial.
Menurut Abdillah, pihaknya sudah mendapatkan sampel yang dikonsumsi puluhan warga Kendari tersebut yang membuat mereka dilarikan ke rumah sakit dan hal itu bukan somadril.
"Obat sampel yang masuk ke sini adalah tablet PCC yang dijual tanpa kemasan serta ilegal. Ada pula sejumlah cairan, kita masih periksa kandungannya, sekali lagi yang dikonsumsi itu bukan somadril yang mengandung zat carisoprodol, karena somadril sudah ditarik peredarannya sejak tiga tahun lalu," katanya.
Dijelaskan, carisoprodol adalah jenis obat keras berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 6171/A/SK/73/ tanggal 27 Juni tahun 1973 tentang Tambahan Obat Keras Nomor Satu dan Nomor Dua.
"Obat yang mengandung carisoprodol memiliki efek farmakoligis sebagai relaksasi otot. Namun relaksasi itu berlangsung singkat. Karena di dalam tubuh akan segera dimetabolisme akan menjadi meprobamat yang menimbulkan efek sedatif. Neprobamat sendiri termasuk jenis psikotropika," katanya.
Di Indonesia, kata Adillah, carisprodol pertama kali mendapatkan izin edar Badan POM sebagai obat somadril dan tahun 2014 dilakukan penarikan dan pembatalan edar karena banyak kasus penyalahgunaannya yang berlangsung sejak tahun 2000.
"Obat ini banyak digunakan oleh pemuda untuk melakukan kesenangan, kemudian pengamen untuk menambah percaya diri, pekerja tambang dan nelayan sebagai obat penambah stamina, bahkan PSK digunakan sebagai obat kuat," katanya.
Meningkatnya penyalahgunaan somadril, kata Adillah, maka Badan POM mengeluarkan SK Kepala Badan POM HK/04.1.35.07.13.3856. Tahun 2013 tanggal 24 Juli sebagai perubahan atas keputusan HK/04.1.35.06.13.3535 2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat yang mengandung carispodol termasuk somadril.
"Untuk menghindari penggunaan obat ini maka diperlukan keterlibatan seluruh komponen bangsa baik pemerintah, badan usaha dan masyarakat umum," katanya.
Jadi obat sampel yang masuk ke Kendari adalah tablet PCC yang dijual tanpa kemasan serta ilegal dan sejumlah cairan. "Kita juga masih periksa kandungannya. Jadi bukan somadril karena somadril sudah ditarik peredarannya sejak tiga tahun lalu," katanya.
Data terakhir BNN menyebutkan korban sudah bertambah menjadi 68 orang akibat penyalahgunaan tablet PCC yang dirawat di sejumlah RS di Kendari.
Sementara itu ahli kimia farmasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Mufti Djusnir menjelaskan PCC dan somadril sama-sama mengandung zat aktif carisoprodol, sedangkan tramadol berfungsi sebagai pereda nyeri pascaoperasi.
Jika disalahgunakan dan diminum bersamaan, ketiga obat tersebut akan menimbulkan efek berbahaya, mulai dari hilang kesadaran, kejang hingga overdosis yang berpotensi menyebabkan kematian.
"Tablet PCC itu mengandung zat aktif carisoprodol yang fungsinya melemaskan otot sehingga menghambat rasa sakit ke syaraf dan otak," kata Mufti Djusnir.
"Sedangkan somadril kandungannya adalah carisoprodol dan paracetamol. Tramadol zat aktifnya hanya tramadol," sambung dia.
Ia menjelaskan ketiga obat tersebut bersinergi jika dikonsumsi bersamaan dan menyebabkan pengguna tidak sadarkan diri. Penyalahgunaan obat-obat itu akan menimbulkan efek seolah melayang atau terbang karena konsentrasi dan keseimbangan terganggu.
"Jika bersinergi bersama-sama ketiga obat itu, kalau dibiarkan disalahgunakan menjadi ketagihan," ujar dia.
(Baca: Penjelasan ahli BNN tentang efek PCC)
Pewarta: Suparman
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017