Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore, bergerak melemah sebesar 36 poin menjadi Rp13.237 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.201 per dolar Amerika Serikat (AS).

"Sentimen eksternal menjadi salah satu faktor yang menahan laju rupiah untuk terapresiasi terhadap dolar AS. Pelaku pasar sedang mencermati arah kebijakan bank sentral AS (the Fed) mengenai suku bunga acuannya," ujar Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk, Rully Nova, di Jakarta.

Di tengah antisipasi itu, lanjut dia, pelaku pasar uang cenderung keluar dari aset-aset mata uang di negara berkembang, termasuk Indonesia. Meski inflasi Amerika Serikat belum sesuai yang diharapkan The Fed, namun data pekerja mengalami peningkatan.

"Salah satu faktor The Fed menaikan suku bunganya adalah meningkatnya inflasi serta perbaikan tenaga kerja. Sentimen yang bervariasi itu membuat pelaku pasar menahan transaksinya di negara berkembang," katanya.

Kendati demikian, menurut dia, pelemahan rupiah relatif terbatas menyusul fundamental ekonomi nasional yang relatif kondusif, itu dapat dilihat dari beberapa data ekonomi nasional yang membaik salah satunya yakni peningkatan cadangan devisa serta inflasi yang terjaga.

Sementara itu, Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menambahkan bahwa sejauh ini tingkat inflasi Amerika Serikat masih di bawah 2 persen. Masih rendahnya angka inflasi itu membuat ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga the Fed tidak terlalu mengkawatirkan.

"Pada pertemuan the Fed (FOMC) 19-20 September mendatang sebagian besar analis memperkirakan the Fed berpotensi akan melakukan kenaikan suku bunga. Namun jika tidak dilakukan kemungkinan the Fed masih akan lakukan kenaikan pada pertemuan Desember 2017," katanya.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Kamis ini (14/9) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp13.239 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.209 per dolar AS.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017