Bandung (ANTARA News) - Masalah "land reform", maraknya penjarahan yang belum tertangani secara tegas dan lambatnya pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) bisa memperburuk investasi sektor perkebunan. "Bila permasalahan itu tidak segera diatasi, maka investor dalam maupun luar negeri akan takut menanamkan modalnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan butuh iklim kondusif di sektor pertanahan," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perkebunan (GPP) Jabar - Banten, Dede Suganda di Bandung, Selasa. Menurut Dede Suganda, kepastian hukum serta jaminan iklim usaha yang jelas sangat menentukan gairah sektor perkebunan di tanah air. Namun bila permasalahan itu belum teratasi, ia pesimis produktifitas sektor perkebunan akan optimal. GPP Jabar-Banten khawatir rencana pemerintah untuk membagikan lahan terlantar tidak akan optimal. Seharusnya, kata Suganda, peningkatan daya saing dan produktivitas tidak dilakukan dengan membagikan lahan terlantar tetapi dilakukan reformasi agraria berupa revitalisasi lahan perkebunan seperti halnya memindahkan Hak Guna Usaha (HGU) dari perusahaan bermasalah ke perusahaan lainnya. "Kami berharap ada solusi terbaik untuk penyelesaian masalah lahan perkebunan yang terlantar itu, selain masalah kerugian perusahaan akibat diganggu atau dijarah," katanya. Ketua Umum GPP itu tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya terjadi penjarahan lahan yang semakin luas dengan rencana pemerintah pusat akan membagi-bagikan lahan kepada masyarakat miskin. GPP meminta perpanjangan HGU oleh perusahaan untuk lebih longgar. Selama ini perusahaan diminta harus "clean and clear" di lahan yang dikelolanya. Sementara itu mantan Direktur SDM PTPN VIII, Slamet Bangsadikusumah yang mengharapkan bila pemerintah jadi membagikan tanah kepada masyakat miskin, perlu menetapkan kriteria masyarakat miskin yang berhak itu.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007