Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah secara efektif akan memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) beras pada 18 September mendatang, yang disambut baik oleh Ketua DPD Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras DKI Jakarta, Nellys Soekidi.


Dia menilai, kebijakan ini perlu dilihat sebagai semangat pemerintah untuk menata manajemen perberasan sehingga berkeadilan bagi petani, pedagang dan konsumen.


"Bicara beras tidak bisa sepotong-potong, harus dari hulu ke hilir. Kalau harga terlalu tinggi, kasihan konsumen. Sedangkan kalau harga terlalu rendah, kasihan petani. Semua harus ada batasannya. Kalau tidak ada HET, bisa dibayangkan berapa harga beras pasaran. Tidak akan ada batasan di langit," kata Soekidi, melalui siaran pers Kementerian Pertanian, di Jakarta, Kamis.


Berdasarkan data, dia mengungkapkan pasokan ke Pasar Induk Beras Cipinang masih dalam kondisi normal, dengan kisaran sekitar 40.000 ton per hari.


Pasokan beras medium ke pasar induk diakuinya memang menurun sekitar 15-20 persen. Tapi hal ini masih dinilai wajar. Pada masa panen di bulan September hingga November atau sering disebut sebagai masa panen apitan, produksi padi memang cenderung menurun, tetapi beras yang dihasilkan berkualitas baik.


Dengan kondisi seperti ini, Nellys berharap Bulog bisa menghentikan pengadaan beras dan meningkatkan pemantauan.


"Kalau di masa panen apitan yang produksi beras cenderung turun, idealnya Bulog tidak perlu melakukan pengadaan. Biarkan hasil panen mengalir ke pasar, sehingga harga pasar tetap normal, baik medium maupun premium. Biarkan HET efektif dengan sendirinya," katanya.


Pergerakan harga beras medium di pasar induk juga dinilai masih dalam kisaran normal. Hingga saat ini harga beras medium berada di kisaran Rp8.000-9.000.


"Sejauh ini masih dalam range stabil. Pedagang beras itu kalau naik Rp200-300 rupiah, masih masuk kategori normal. Tapi kalau ada kenaikan Rp400-500 secara terus-menerus baru bisa disebut ada kenaikan," tandasnya.


Dia mengatakan, tren harga beras akan berubah jelang masa panen raya. Harga beras diprediksi akan turun.


"Kalau bulan November hujan, berarti panen raya bisa dipastikan terjadi pada bulan Februari sampai dengan April. Kalau itu yang terjadi, saatnya Bulog masuk pengadaan, dan sebagian masuk ke pasar. Kalau tanah sudah kena hujan, sudah pasti semuanya panen," jelasnya.


Harga di tingkat eceran juga seharusnya tidak berbeda jauh dengan harga di tingkat grosir. "Jika saya di grosir jual 10 ribu rupiah saja, maka harga eceran di Jakarta berarti ditambah 200 rupiah jadi 10.200 rupiah. Kalau antar pulau, Kalimantan misalnya, berarti tambah 500 rupiah," ucap Nellys.


Kemendag menetapkan HET beras berdasarkan zonasi. Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB dan Sulawesi dianggap sebagai wilayah produsen beras.


Sehingga di wilayah-wilayah tersebut harga beras medium yang ditetapkan Rp9.450/kg dan premium Rp12.800/kg. Sementara untuk wilayah lainnya yang membutuhkan ongkos transportasi lebih, harga tersebut ditambah Rp500.


Plt. Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Suwandi, menyebutkan kebijakan HET ditetapkan atas masukan dari berbagai pihak, termasuk stakeholder. Kementerian Pertanian turut memberikan masukan, diantaranya dalam hal spesifikasi beras.


"Kemendag intensif berkoordinasinya. Sekarang sudah masuk tahapan sosialisasi ke semua pihak sehingga nanti diharapkan peraturan bisa dipatuhi dengan harapan konsumen bisa menikmati harga yang lebih murah dibandingkan selama ini," ujarnya.


Dia menegaskan, kebijakan HET tidak akan berdampak kepada harga di petani karena pemerintah sudah menetapkan Harga Pokok Pembelian Gabah dan Beras di tingkat petani dan produsen ditambah fleksibiltas harga 10 persen.


"Dengan penetapan kebijakan HPP dan HET Beras, ini membuktikan pemerintah hadir untuk melindungi petani dan konsumen, serta menjaga pedagang supaya eksis dengan normal profit," kata Suwandi.

Pewarta: Try Essra
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017