"Penguatan rupiah terhadap dolar AS dikarenakan ekspektasi ekonomi Amerika Serikat tidak sebaik perkiraan sebelumnya," kata Ekonom Samuel Aset Sekuritas Lana Soelistianingsih di Jakarta
Secara teoritis, ia menambahkan bahwa dengan menggunakan metode Real Exchange rate (RER) dari Bank of International Settlement (BIS) rupiah juga masih berpotensi menguat terhadap dolar AS.
Kendati demikian, lanjut dia, posisi cadangan devisa yang mencatatkan kenaikan dalam dua bulan terakhir, dan mencapai rekor tertingginya, tampaknya belum akan membuat rupiah menguat menembus level di bawah Rp13.000 per dolar AS.
Ia mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat menahan apresiasi rupiah diantaranya kebijakan kenaikan suku bunga The Fed dan penurunan neraca The Fed, kondisi itu bisa membuat aliran dana kembali ke Amerika Serikat.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menambahkan bahwa harga minyak mentah dunia yang berada dalam area positif turut menjaga fluktuasi mata uang rupiah bergerak di area positif.
Terpantau harga minyak jenis WTI Crude menguat 0,91 persen menjadi 48,67 dolar AS per barel, dan Brent Crude naik 0,68 persen menjadi 54,64 dolar AS per barel.
"Kenaikan harga minyak dapat menjaga pergerakan rupiah selanjutnya," ujarnya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu ini (13/9) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp13.206 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.186 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017