Anggota Komisi VIII dari Fraksi PKB, Maman Imanulhaq di Jakarta, Selasa, mengatakan komitmen ini perlu untuk menjawab persoalan yuridis terkait belum mampunya peraturan yang ada dalam merespons fakta kekerasan seksual yang ditemukan di tengah masyarakat selama ini.
"Saat ini payung hukum perlindungan kekerasan terhadap perempuan masih belum jelas. Terbukti, pembahasannya dalam KUHP belum sempurna" kata Maman.
Oleh karena itu dia berharap RUU ini kelak bisa menjadi payung hukum dalam memberikan kejelasan serta kepastian dalam mencegah perilaku kekerasan seksual di Indonesia.
"RUU ini diharapkan bisa menjadi solusi yang terbaik untuk mengurangi angka kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak selama ini," kata dia.
Data Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan, dalam rentang tahun 2012-2015, rata-rata 3.000 sampai 6.500 kasus kekerasan seksual terjadi setiap tahun, baik di ranah personal, rumah tangga, maupun komunitas.
Adapun sepanjang tahun 2016, Komnas Perempuan mencatat terdapat 3.945 kasus kekerasan seksual. Data tersebut berasal dari 358 Pengadilan Agama dan 23 lembaga mitra Komnas Perempuan yang terdapat di 34 provinsi di Indonesia.
Sementara itu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual akan melindungi perempuan dari segala usia.
Yohana mengatakan RUU tersebut juga akan melengkapi undang-undang yang telah ada seperti UU KDRT dan UU Perlindungan Anak.
"Maka dalam RUU ini kami hanya menyusun 55 pasal agar tidak bertindihan dengan undang-undang lainnya," kata Yohana.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017