Makassar (ANTARA News) - Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Makassar, Muhammad Yusran, terdakwa kasus pungutan liar (Pungli) penerimaan siswa divonis Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi dengan hukuman satu tahun penjara.
"Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah dalam perkara Pungli penerimaan siswa baru dan dijatuhkan hukuman pidana satu tahun penjara dan denda Rp50 juta," ujar Ketua Majelis Hakim Bonar Harianja di Pengadilan setempat, Selasa.
Dan apabila terpidana tidak mampu membayar denda tersebut, maka akan digantikan satu bulan kurungan penjara bagi terpidana bersangkutan.
Sementara Pelaksana Tugas Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Makassar, Haedar mengungkapkan, vonis tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) 1,6 tahun penjara.
Dalam putusan majelis hakim terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan melawan hukum sebagaiamana pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kliennya, Yusran dituduh memungut biaya pembayaran dengan modus pembelian kursi guna penambahan kelas baru. Bahkan setiap calon siswa diminta uang Rp5 juta-Rp 15 juta.
Sedangkan untuk pungutan yang diambil terdakwa total pembayaran dipungut senilai Rp500 juta. Terdakwa menyasar siswa yang tidak lulus melalui sistem jalur online dengan dalih pemambahan kouta bangku diduga melanggar aturan .
Secara terpisah Penasehat Hukum terdakwa, Lahaya mengatakan terkait dengan vonis itu, pihaknya masih pikir-pikir untuk melakukan banding, mengingat apa yang dituduhkan kepada kliennya semuanya keliru.
"Klien saya dikatakan menerima sumbangan itu untuk kepentingan pribadi, sama sekali keliru. Justru dia (Yusran) mau menolong siswa yang tidak lulus pada sistem padahal punya prestasi, tapi dituduh korupsi," ujarnya.
Kalaupun disebut korupsi, kata dia, berarti seluruh fasilitas bantuan sumbangan orang tua itu adalah hasil korupsi semua dan sudah dinikmati guru maupun siswa itu sendiri.
"Berarti semua yang ada di sekolah hasil pemberian sukarela orang tua murid adalah hasil korupsi, ini yang menjadi pertanyaan. Kami berharap penegakan hukum jeli dalam melihat persoalan tidak dengan didasari egoisme," tambahnya.
Pewarta: Darwin Fatir
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017