Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejakgung) yang secara bersamaan menyelidiki kasus dugaan korupsi penjualan dua tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) oleh Pertamina belum mengalami kemajuan. Ketua KPK, Taufiequrrachman Ruki, usai bertemu dengan Jaksa Agung, Hendarman Supandji, di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa bahan dan keterangan yang dimiliki oleh KPK, ternyata masih sama dengan yang dimiliki oleh Kejakgung. "Saya katakan, kalau anda sudah punya lebih banyak, kita siap berikan yang kita punya. Demikian juga, kalau anda belum punya banyak, tolong berikan kepada kita. Ternyata, apa yang dimiliki oleh beliau, sama juga dengan apa yang kita punya," tutur Ruki. Meski mendiskusikan kasus VLCC dan mengkoordinasikan penanganan kasus tersebut, Ruki mengatakan, KPK dan Kejakgung belum mencapai kesepakatan siapa yang akan menangani perkara tersebut. KPK telah menyelidiki kasus dugaan korupsi penjualan dua unit tanker VLCC sejak tiga tahun yang lalu. Namun, KPK mendapatkan kesulitan menghitung kerugian negara yang timbul akibat penjualan itu karena belum ditemukan harga tanker pembanding untuk dua unit tanker yang dijual itu. DPR telah meminta kepada KPK dan Kejakgung untuk mengembangkan penyelidikan kasus dugaan korupsi tersebut, dan memeriksa Laksamana Sukardi, mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat kasus tersebut terjadi. Pada awal 2007, Kejakgung akhirnya memulai penyelidikan kasus dugaan korupsi penjualan VLCC itu atas permintaan DPR. KPK telah berkoordinasi dengan komisi Pemberantasan Korupsi Korea Selatan untuk memperoleh keterangan dari Hyundai Heavy Industries tentang harga VLCC tersebut. Atas saran Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, KPK juga telah bertemu dengan Jaksa Agung Korea Selatan. Namun, Ruki belum mau membeberkan hasil kunjungannya ke Korea Selatan pada akhir Mei 2007 untuk menindaklanjuti perkara VLCC. Selain membicarakan kasus VLCC, Ruki mengatakan, ia dan Hendarman juga mendiskusikan berbagai masalah teknis dan operasional penanganan kasus korupsi. Kepada Hendarman, Ruki juga meminta, agar Jaksa Agung yang baru satu bulan menjabat itu memberi perhatian lebih pada perkara yang menarik perhatian masyarakat, seperti kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dan pengejaran koruptor yang melarikan diri. Ruki berjanji, akan tetap saling bertukar informasi dengan Kejakgung, termasuk juga untuk memberikan informasi tentang perkara korupsi mantan Presiden Soeharto. "Apalagi, untuk perkara yang bukan wewenang KPK. Jika KPK tidak memiliki kewenangan, tetapi memiliki informasi, tentu akan segera kita berikan kepada institusi yang berwenang. Tetapi, untuk perkara itu, tadi beliau tidak minta," ujarnya. Sesuai UU, KPK hanya boleh menangani kasus korupsi yang terjadi setelah lahirnya Undang-Undang KPK pada 2002. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007