Zannuba Arifah Chafsoh, putri kedua Gus Dur mengemukakan keluarga sudah lama menyiapkan proses pembuatan prasasti tersebut, sekitar satu tahun. Sejak dipasang pada 21 Juni 2017, prasasti tersebut masih ditutupi selubung kain putih.
"Peresmian prasasti makam dilakukan secara sederhana. Hanya tahlilan bersama keluarga dan beberapa teman dekat Gus Dur," ujar Yenny dalam rilis yang diterima, Minggu.
Ia mengatakan prasasti makam tersebut sengaja dibuat dan bertuliskan pesan yang pernah disampaikan Gus Dur semasa hidup. Sebelum meninggal, Gus Dur ingin di makamnya ditulisi "Di sini berbaring seorang pejuang kemanusiaan". Amanat tersebut baru bisa diwujudkan oleh keluarga setelah hampir sewindu Gus Dur wafat dan dimakamkan di Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang.
Yenny yang juga hadir dalam peresmian di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, tersebut menambahkan, tulisan dalam prasasti tersebut juga sengaja dibuat dalam empat bahasa, yaitu, Bahasa Indonesia, Arab, Inggris dan China.
"Tulisan tersebut ditulis dalam empat bahasa. Itu untuk menggambarkan universalitas sosok Gus Dur," ujarnya.
Sementara itu, prasasti tersebut juga dibuat dengan bahan istimewa. Prasasti yang berukuran 115 x 60 sentimeter serta setinggi 45 sentimeter itu tersusun dari tiga batu, sebagai representasi dari tiga peradaban dan telah berusia ribuan tahun.
Untuk batu besarnya adalah Verde Patricia, marmer hijau yang berasal dari India. Di tengahnya terdapat onyx hijau yang berasal dari Persia. Sementara, tulisan yang berisi pesan Gus Dur dalam empat bahasa dipasang di Statuario, yang merupakan batu marmer dari Italia.
Dalam kegiatan yang berlangsung Sabtu (9/9) malam tersebut, keluarga besar Gus Dur Hadir. Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid meresmikan secara langsung pembukaan prasasti di makam suaminya itu. Ia juga didampingi dua anaknya antara lain Alissa Qotrunnada Munawaroh (Alissa) dan Yenny Wahid. Selain itu, beberapa keluarga dan orang dekat Gus Dur seperti Ngatawi Al-Zastrow juga hadir.
Sementara itu, Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang KH Abdul Hakim Mahfudz dan Nyai Hj Lelly Lailiyah serta beberapa kerabat dekat Gus Dur di Tebuireng, Kabupaten Jombang, juga menghadiri acara tersebut. Setelah peresmian, Ibu Shinta Nuriyah juga menyempatkan diri untuk beramah tamah di "Dalem Kasepuhan" Tebuireng, Jombang.
Gus Dur meninggal dunia pada Rabu, 30 Desember 2009. Jenazahnya dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga, Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, satu lokasi dengan makam kakeknya, KH Hasjim Asyari yang merupakan pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama serta ayahandanya KH Wahid Hasjim, yang juga tokoh negara.
Makam tersebut saat ini menjadi salah satu destinasi wisata religi di Kabupaten Jombang, bahkan Jatim. Ribuan peziarah dari berbagai daerah di Indonesia berziarah ke makam tersebut setiap hari. Efek positif juga dirasakan warga sekitar, dimana roda perekonomian warga bergerak.
Pewarta: Destyan Hendri Sujarwoko/ Asmaul Chusna
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017