Majalengka, Jawa Barat (ANTARA News) - Para pengusaha genteng Jatiwangi di Kabupaten Majalengka mengaku setelah munculnya produk-produk baru yang menggantikan fungsi genteng, produk mereka pun mulai tersisih, sedangkan omzet turun.

"Kebijakan pemerintah saat ini yang membuat industri genteng turun karena pembangunan rusun tidak lagi pakai genteng, tapi dicor," kata pemilik pabrik genteng (jebor) Sinar Jaya, Ajie, di Majalengka, Sabtu.

Dia mengatakan perajin butuh keberpihakan pemerintan, misalnya industri properti dapat menggunakan genteng, bukan dicor atau asbes.

Menurut Aji, keterpurukan industri genteng saat ini juga dipengaruhi oleh arus pasokan dan permintaan yang tidak seimbang.

"Permintaan turun hingga 80 persen, padahal jebor terus memproduksi genteng, sehingga stok kita numpuk," keluh dia.

Pelaku usaha lainnya, Ila, menambahkan sebenarnya para pelaku usaha genteng ingin tutup karena bahan baku yang harganya terus naik, selain kesulitan mencari perajin dan kurangnya keberpihakan pemerintah.

"Jebor saat ini tinggal mempertahankan pabrik warisan dari orang tua dan buruh pabrik, satu jebor menghidupi 40 sampai 50 perajin," kata Ila.

Menurut Ila, saat ini pabrik genteng di Jatiwangi tersisa 150 jebor, padahal pada 1992, jumlah pabrik genteng mencapai 630 jebor.

Pasar yang lesu membuat sebagian besar dari mereka gulung tikar.

"Industri genteng menghadapi pesaing seperti genteng spandex yaitu genteng berbahan metal, ditambah industri garmen dari Korea yang tumbuh di Majalengka mengambil para pekerja perempuan di pabrik genteng," kata Ila.

Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017