Jakarta (ANTARA News) - Rapat Paripurna DPR dengan agenda jawaban pemerintah atas Hak Interpelasi Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB mengenai nuklir Iran di Jakarta, Selasa, langsung diwarnai interupsi oleh beberapa anggota DPR, karena ketidakhadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada saat sidang baru saja berlangsung, Ali Mochtar Ngabalin (Bintang Pelopor Demokrasi/BPD) mempertanyakan alasan Presiden Yudhoyono tidak hadir dalam rapat tersebut dan hanya diwakili Menko Polhukam Widodo AS, Menlu Hassan Wirajuda dan dan Mensesneg Hatta Radjasa. Dia mengatakan seharusnya Presiden menjawab pertanyaan-pertanyaan secara langsung, memberi penjelasan kepada para wakil rakyat dan tidak sekedar diwakilkan oleh para pembantunya. Ia juga mengutip kembali surat DPR yang telah disampaikan kepada Presiden bahwa surat ini telah meminta dengan hormat Presiden agar menjawab pertanyaan Dewan seputar dukungan pemerintah terhadap Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB No.1747 mengenai sanksi tambahan kepada Iran yang mengembangan energi nuklir. Hal senada juga dikemukankan anggota dari Fraksi PKB, Effendy Choirie, yang menyesalkan bahwa Presiden tidak hadir di DPR. Keduanya termasuk penggagas hak interpelasi. Rapat sendiri baru dimulai pukul 09.45 WIB dari jadwal semula 09.00. Rapat dipimpin oleh oleh Ketua DPR Agung Laksono didampingi seluruh wakil ketua, yakni Soetardjo Soerjogoeritno, Muhaimin Iskandar, dan Zaenal Maarif. Tidak seperti rapat paripuna biasanya, rapat kali ini dipadati tidak saja oleh para wartawan, tetapi juga oleh warga masyarakat lainnya yang tertarik terhadap rapat tersebut. Mereka memadati balkon yang disediakan bagi umum wartawan yang memantau jalannya rapat. Sementara itu, pada hari yang sama (Selasa, 5/6) sekitar pukul 10.00 WIB Presiden Yudhoyono menerima Presiden Timor Leste, Ramos Horta, di Istana Negara. (*)
Copyright © ANTARA 2007