Jakarta (ANTARA News) - Ketua Asosiasi Bank Daerah (ASBANDA) Winni E Hassan mengatakan saat ini dana Bank pembangunan Daerah (BPD) dalam bentuk Surat Bank Indonesia (SBI) sekitar Rp100 triliun. "Sebagian besar merupakan dana Pemerintah Daerah (Pemda)," kata Wini E Hasan di Jakarta, Senin. Menurut dia, penempatan dana Pemda di SBI tersebut merupakan alternatif agar dana yang menganggur selama pembangunan belum dilaksanakan dapat memperoleh keuntungan. "Dana pemda itu belum tersalurkan karena pembangunan belum berjalan pada semester pertama, dana-dana sisa anggaran itu masih mengendap, jadi itulah yang ditempatkan di SBI, dana menganggur itukan rugi, kalau SBSI dapatkannya kan jelas," katanya. Sedangkan, bila dana Pemda yang ditempatkan pada BPD tersebut kemudian disalurkan untuk membiayai kredit maka menurut dia hal itu akan mengganggu likuiditas BPD. "Ini nanti bisa mismatch, dan itu sangat menggangu likuiditas. Kalau uang sudah terpakai dan pemda mau pakai kitakan mesti mengambil dari interbank, dan itu BPD yang nggak mau karena kita mau mengatur dana sedemikian rupa supaya efektif dan efisien. Dan wadah satu-satunya yang ada saat ini hanya SBI," katanya. Sementara itu, menurut dia saat ini bila berjalan penyerapan untuk pembangunan tersebut efektif maka dana Pemda yang ada di SBI akan berkurang 30-50 persen. Menurut dia kondisi saat ini berbeda dengan kondisi masa lalu dimana penyerapan dana Pemda untuk pembiayaan proyek pemerintah berjalan lancar. "Kalau dulu memang harus habis, tetapi sekarang tidak bisa habis," katanya. Hal ini menurut dia karena adanya ketakutan para pejabat Pemda untuk menjadi pimpinan proyek serta birokrasi yang bertele-tele. Ia mencontohkan di beberapa daerah tidak ada orang yang bersedia memimpin proyek pembangunan karena takut dituduh korupsi. Selain itu menurut dia proses pengajuan anggaran yang bertele-tele membuat dana yang ada menjadi menganggur. "Sebetulnya pemda-pemda sudah melakukan perencanaan pembangunan, tetapi mereka harus negosiasi dengan DPRD, kalau sudah disetujui harus ke Depkeu, habis dari Depkeu balik dulu dilihat lagi, terus ke Depdagri, ini yang terlalu lama, harusnya prosesnya ini lebih singkat lebih cepat sehingga tidak ada dana nganggur," katanya. Untuk itu, menurut dia sebaiknya Pemerintah melakukan penguatan terhadap perencanaan pembangunan dan menyatukan persepsi mengenai penggunaan dana untuk proyek-proyek pembangunan. "Misalnya tol satu kilometer harganya sekian dan itu merupakan satu tarif disepakati bersama, dengan begitukan pendanaannya bisa diperkirakan, tapi kalau ini kan masih macam-macam karena pembebasan tanah disini Rp50 ribu, disana Rp50 juta, jadinya terjadi pemotongan anggaran, revisi, tawar menawar oleh pihak-pihak yang berwenang," katanya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007