Padang (ANTARA News) - Penasihat Bidang Sosial dan Budaya Pemerintah Malaysia Tan Sri Rais Yatim mengimbau agar ASEAN jangan hanya seperti klub main golf dengan anggota yang tidak berani bersuara keras terhadap Myanmar yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap minoritas Rohingya.
"Apa yang terjadi di Myanmar adalah masalah kemanusiaan paling hebat. Saya tidak puas hati kenapa ASEAN hanya seperti klub main golf saja, tidak berani mengeluarkan kata kata keras keras," kata Rais Yatim saat menjadi pembicara dalam Conference International on Culture, Arts and Humanities (ICCAH) yang digelar Jurusan Sastra Inggris di Kampus Universitas Andalas Padang, Kamis.
Rais Yatim yang juga Presiden Universitas Islam Internasional Malaysia itu juga mengimbau bahwa kalau perlu anggota ASEAN sepakat untuk mengeluarkan Myanmar dari keanggotaan.
"Meski ada suara yang kuat mengatakan, hei Burma keluar kau dari ASEAN, karena tidak layak lagi jadi anggota, tapi siapa yang berani? ," katanya.
Rais Yatim menilai bahwa Indonesia sebagai "abang besar" di ASEAN telah menyatakan sikap yang berani dengan mengutus Menlu Retno Marsudi untuk bertemu pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan sikap Indonesia harus diikuti negara anggota lainnya.
"Suara ASEAN harus muncul mendukung langkah Indonesia dan sebagai mayoritas, suara Indonesia pasti didengar," kata Rais yang berasal dari keturunan Minang itu.
PBB menurut Rais juga harus menggunakan data yang sudah ada dan menyatakan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Myanmar adalah kejahatan kemanusiaan
Kekerasan terkini di Rakhine Sate di Myanmar bermula ketika pemberontak Rohingya menyerang puluhan pos polisi dan satu pangkalan angkatan darat.
Bentrok-bentrok lanjutannya dan serangan balasan dari militer telah menewaskan sedikitnya 400 orang dan memicu pengungsian warga desa-desa di sana ke Bangladesh.
Para pejabat di Bangladesh mengatakan pemerintah akan memajukan rencana menjadikan satu pulau terasing yang bebas banjir di Bay of Bengal untuk sementara menampung puluhan ribu warga Rohingya.
Rencana untuk membangun pulau dan menjadikannya sebagai tempat menampung pengungsi dikritik oleh pekerja kemanusiaan ketika diusulkan tahun 2015 dan dihidupkan lagi tahun lalu. Bangladesh berkeras mereka berhak memutuskan di mana mereka akan menampung pengungsi.
Sementara itu, dua sumber pemerintah di Dhaka mengatakan bahwa dalam tiga hari terakhir ada ladang ranjau di perbatasan Myanmar dengan Bangladesh dan menyebut itu ditujukan untuk mencegah kembalinya Muslim Rohingya yang mengungsi.
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017