Apalagi, kata peneliti LP3ES Adnan Anwar di Jakarta, Kamis, krisis etnis Rohingya di Myanmar itu dibumbui isu agama yang sangat sensitif.
"Kita harus bisa mendudukkan persoalan masalah etnis Rohingya dengan cermat. Jangan serta merta disimpulkan sebagai konflik antaragama," ujar dia.
Menurut dia konflik etnis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar bukanlah konflik agama meski banyak umat Muslim yang menjadi korban, melainkan multikonflik atau multifaktor yang sudah lama berkembang.
"Ada faktor geopolitik, ada faktor sumber daya alam, etnis, dan faktor-faktor lainnya. Jadi, kalau ada yang mengatakan ini pembantaian terhadap umat Islam sudah pasti tidak benar. Masalah ini harus didudukkan yang sebenarnya," ujar dia.
Menurut Adnan adanya upaya mobilisasi masyarakat Muslim dunia termasuk masyarakat di Indonesia untuk menguatkan opini bahwa konflik di Rohingya merupakan konflik agama sama sekali tidak dapat dibenarkan.
"Masyarakat harus lebih cerdas mencermati masalah tersebut dan jangan sampai terprovokasi. Kalau isu masalah agama itu terus dikembangkan bisa-bisa masyarakat kita yang terpecah," ujarnya
Ia mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada agar tidak mudah diadu domba oleh segelintir kelompok tertentu yang berusaha mengajak untuk pergi berjihad dengan dalih membantu etnis Muslim Rohingnya di Myanmar
"Saya kira itu juga tidak relevan. Lalu di sini membikin aksi untuk menyerang agama tertentu, bahkan melakukan demonstrasi di Candi Brobudur, saya kira itu tidak tepat," kata Adnan.
Menurut dia yang dapat dilakukan masyarakat adalah menggalang solidaritas dan bantuan kemanusiaan, serta mendorong pemerintah atau lembaga-lembaga internasional untuk bertindak agar konflik tersebut dapat segera diselesaikan dengan baik tanpa jatuh korban yang lebih banyak lagi.
(Baca: Koalisi Pemuda: waspadai ISIS manfaatkan isu Rohingya)
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017