Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah tengah mengkaji royalti batubara dalam bentuk "in kind" (natura) atau berupa batubaranya guna mengamankan pasokan batu bara domestik terkait program percepatan pembangunan pembangkit berdaya 10.000 Mega Watt (MW). Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Farida Zed, di Jakarta, Senin mengatakan, selama ini pengenaan royalti berupa "in cash" atau dana tunai. "Kalau memang diperlukan buat kebutuhan dalam negeri, bisa kami minta royalti dalam bentuk natura batubara. Selama ini, memang berupa dana tunai, karena memang belum mendesak," katanya. Kewajiban royalti dalam bentuk natura itu juga berlaku bagi perusahaan batubara pemegang kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan dan pengelolaan batubara (PKP2B) yang terkena dana pengembangan. Pemegang KK dan PKP2B dikenakan kewajiban dana hasil produksi batubara (DHPB) sebesar 13,5 persen, yang terdiri dari enam persen royalti dan 7,5 persen dana pengembangan. Sedang, KP hanya dikenakan royalti enam persen. Menurut Farida, selain menjamin pasokan batubara dalam negeri, pengenaan royalti berbentuk natura akan menciptakan dampak ekonomi berantai yang positif. Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Jeffrey Mulyono, mengatakan bahwa pihaknya siap mendukung kebijakan tersebut. "Sebenarnya, kewajiban tersebut memang bentuknya natura, namun dalam perkembangannya dana tunai. Kalau sekarang mau ditetapkan natura, kami siap saja," katanya. Data APBI menyebutkan, pada 2005, produksi batubara tercatat 152 juta ton. Dari jumlah tersebut sekitar 111 juta ton diekspor dan sisanya 41 juta dipasok ke dalam negeri. Pada 2006, produksi batubara meningkat menjadi 168 juta ton, yang sebanyak 123 juta ton diekspor dan masuk ke pasar domestik sekitar 45 juta ton. Sedang, tahun 2007, produksi diperkirakan naik menjadi 183 juta ton, yang terdiri dari ekspor 134 juta ton dan domestik 49 juta ton. Sementara itu, pada 2010 produksi diproyeksikan mencapai 240 juta ton, yang sekitar 150 juta di antaranya akan diekspor dan sisanya sebesar 90 juta ton dipasok ke pasar domestik. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007