Kendati demikian, ada sejumlah ikan hiu yang dilarang diburu karena dilindungi oleh pemerintah...."

Batang (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan mengatakan saat ini Indonesia mampu mengekspor 3.800 ton daging ikan hiu, 1.350 ton sirip ikan hiu, dan 375 ton tulang ikan hiu per bulan ke sejumlah negara.

"Adapun tujuan ekspor, antara lain ke Hongkong, China, Malaysia, Singapura, Kanada, Amerika, Peru, dan Rusia," kata Kepala Subseksi Pemberdayaan dan Pelestarian, Direktorat Jendral Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jumadi Parluhutan di Batang, Kamis.

Khusus untuk Spanyol dan Abu Dabi, kata dia, ikan hiu asal Indonesia diekspor dalam kondisi hidup sedang Australia dan Selandia Baru berupa tulang karena untuk kebutuhan industri susu kental manis atau susu kalengan.

Ia menyebutkan di Indonesia ada 117 jenis ikan hiu serta 97 jenis ikan pari dan di negeri sendiri berdasar data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) masuk peringkat pertama dari 10 negara penghasil ikan hiu terbesar di dunia.

"Kendati demikian, ada sejumlah ikan hiu yang dilarang diburu karena dilindungi oleh pemerintah. Oleh karena, kami mengajak para bakul ikan dan pemilik kapal memperhatikan hasil tangkapan nelayan sekaligus menghindari beberapa jenis ikan yang dilindungi untuk diperjualbelikan," katanya.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Kabupaten Batang, Teguh Tarmujo saat acara sosialisasi itu, minta Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP menyosialisasikan larang pemburuan ikan hiu pada para nelayan, anak buah kapal (ABK) kapal, dan juru mudi kapal.

Keberadaan nelayan, ABK dan juru mudi kapal, kata dia, sangat berperan penting terhadap hasil tangkapan karena yang lebih tahu kondisi hasil tangkapan di laut adalah mereka.

"Adapun peran bakul ikan hanya melakukan pembelian ikan saat hasil tangkapan sudah didaratkan. Demikian juga bagi pemilik kapal yang hanya berperan sebagai juragan kapal yang menerima bagi hasil dari hasil tangkapan para ABK dan juru mudinya," katanya.

Pewarta: Kutnadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017