Karena kalau tidak menyerap tenaga kerja, tentu saja kita tidak akan mencapai pendapatan per kapita seperti itu di 2030. Otomatis kita malah jadi negara yang kena `middle income trap`."Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Aviliani menilai Indonesia bisa mencapai peringkat kelima negara dengan perekonomian terbesar di dunia, sebagaimana yang diprediksikan lembaga penyedia jasa auditor PricewaterhouseCoopers (PwC), apabila fokus membangun sektor yang banyak menyerap tenaga kerja.
"Nomor lima di dunia itu sebenarnya kan kita harus melakukan sesuatu. Yang mungkin dilakukan adalah kita harus fokus. Saya lihat sekarang ini kita banyak sektor yang mau dicapai, fokus saja pada sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang ada," ujar Aviliani di Jakarta, Kamis.
Ia mencontohkan sektor pertanian yang di dalamnya terdapat 40 juta tenaga kerja. Selain itu, pemerintah juga bisa fokus mengembangkan sektor pariwisata, jasa, dan juga sektor-sektor yang berkaitan dengan infrastruktur.
"Fokus kepada empat itu saja. Karena kalau terlalu banyak sektor, yang diprediksikan di 2030 itu bisa tidak tercapai," kata Aviliani.
Aviliani menambahkan, selain dari konsumsi dan belanja pemerintah, kontribusi investasi harus terus ditingkatkan, terutama dalam menyerap lebih banyak tenaga kerja sehingga perekonomian terus bergerak.
"Karena kalau tidak menyerap tenaga kerja, tentu saja kita tidak akan mencapai pendapatan per kapita seperti itu di 2030. Otomatis kita malah jadi negara yang kena middle income trap," ujar Aviliani.
Berdasarakan riset IMF, posisi perekonomian Indonesia pada 2016 berada di peringkat delapan dengan total produk domestik bruto (PDB) mencapai 3.028 miliar dolar AS. PwC memperkirakan Indonesia akan berada di peringkat lima di 2030 dengan estimasi nilai PDB 5.424 miliar dolar AS.
Sementara di 2050, Indonesia diprediksi akan naik ke peringkat empat dengan estimasi nilai PDB 10.502 miliar dolar AS. Perhitungan tersebut berdasarkan nilai PDB dengan metode perhitungan Purchasing Power Parity (PPP).
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017