Kami perkirakan 5,4 persen cukup memberikan sinyal optimsime namun tetap berhati-hati terhadap risiko yang menggelayuti ekonomi kita."
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mewaspadai risiko global yang bisa memengaruhi kondisi perekonomian nasional dan pencapaian target pembangunan pada 2018.
Sri Mulyani saat melakukan Rapat Kerja dengan Komisi XI membahas RAPBN 2018 di Jakarta, Rabu, menjelaskan risiko eksternal itu antara lain terkait perkembangan di Amerika Serikat dan China.
"Kita tetap waspada dengan tren perdagangan terutama dengan AS yang cenderung proteksionis, dan juga kita akan tetap melihat risiko dari tren rebalancing dari perekonomian China," katanya.
Selain itu, risiko global lainnya pada 2018 terkait stagnasi harga komoditas, penguatan dolar AS, kondisi keamanan Korea Utara, proses Brexit dan ancaman terorisme.
"Penguatan dolar AS bisa memicu keluarnya dana dari emerging market yang selama ini menikmati quantitative easing," kata Sri Mulyani.
Meski terdapat risiko global yang berpotensi mengganggu kinerja perekonomian nasional, namun proyeksi pertumbuhan ekonomi di RAPBN 2018 ditetapkan sebesar 5,4 persen.
"Ekonomi Indonesia pada 2018 diperkirakan membaik jadi 5,4 persen. Butuh kebijakan untuk menghadapi ketidakpastian global dan mengakselerasi program yang menghasilkan," kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menambahkan mesin pertumbuhan ekonomi pada 2018 masih bergantung kepada konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor yang perannya akan lebih diperkuat.
"Konsumsi rumah tangga harus dijaga di atas lima persen, maka daya beli harus diperkuat dengan inflasi harus dipertahankan rendah. Kalau inflasi dijaga, maka konsumen lebih confident untuk belanja," ujarnya.
Ia mengatakan melalui upaya akselerasi pertumbuhan tersebut, maka ekonomi bisa dijaga untuk berkembang sesuai potensinya, meski masih terdapat risiko global.
"Kami perkirakan 5,4 persen cukup memberikan sinyal optimsime namun tetap berhati-hati terhadap risiko yang menggelayuti ekonomi kita," ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani saat melakukan Rapat Kerja dengan Komisi XI membahas RAPBN 2018 di Jakarta, Rabu, menjelaskan risiko eksternal itu antara lain terkait perkembangan di Amerika Serikat dan China.
"Kita tetap waspada dengan tren perdagangan terutama dengan AS yang cenderung proteksionis, dan juga kita akan tetap melihat risiko dari tren rebalancing dari perekonomian China," katanya.
Selain itu, risiko global lainnya pada 2018 terkait stagnasi harga komoditas, penguatan dolar AS, kondisi keamanan Korea Utara, proses Brexit dan ancaman terorisme.
"Penguatan dolar AS bisa memicu keluarnya dana dari emerging market yang selama ini menikmati quantitative easing," kata Sri Mulyani.
Meski terdapat risiko global yang berpotensi mengganggu kinerja perekonomian nasional, namun proyeksi pertumbuhan ekonomi di RAPBN 2018 ditetapkan sebesar 5,4 persen.
"Ekonomi Indonesia pada 2018 diperkirakan membaik jadi 5,4 persen. Butuh kebijakan untuk menghadapi ketidakpastian global dan mengakselerasi program yang menghasilkan," kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menambahkan mesin pertumbuhan ekonomi pada 2018 masih bergantung kepada konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor yang perannya akan lebih diperkuat.
"Konsumsi rumah tangga harus dijaga di atas lima persen, maka daya beli harus diperkuat dengan inflasi harus dipertahankan rendah. Kalau inflasi dijaga, maka konsumen lebih confident untuk belanja," ujarnya.
Ia mengatakan melalui upaya akselerasi pertumbuhan tersebut, maka ekonomi bisa dijaga untuk berkembang sesuai potensinya, meski masih terdapat risiko global.
"Kami perkirakan 5,4 persen cukup memberikan sinyal optimsime namun tetap berhati-hati terhadap risiko yang menggelayuti ekonomi kita," ujar Sri Mulyani.
(BACA: Kemenkeu: penerapan pajak "e-commerce" ciptakan kesetaraan)
Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017