Surabaya (ANTARA News) - Keluarga dari 13 anggota Marinir TNI Angkatan Laut (AL) yang menjadi tersangka dalam kasus penembakan di Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Grati, Pasuruan, Jawa Timur (Jatim), kini dalam kondisi tertekan, khususnya yang bermukim di sekitar lokasi penembakan. "Mereka tertekan, karena meskipun selama ini mereka berhubungan baik dengan tetangga kanan kiri, tapi sekarang seperti terisngkir di lingkungannya," kata Kepala Seksi Penerangan (Kasipen) Pangkalan Marinir (Lanmar) Surabaya, Mayor (Mar) Djentayu, kepada ANTARA News di Surabaya, Senin. Apalagi, katanya, setelah mengetahui bahwa suami dan ayah mereka muncul di televisi dengan kondisi kepala gundul, seperti pelaku pencurian. Padahal, mereka selama ini menjalankan tugas negara di berbagai medan tempur. Djentayu menceritakan bahwa sebagian dari isteri para tersangka itu ditawari oleh Komandan Pasrmar I Surabaya, Brigjen TNI (Mar) Arief Suherman, untuk pindah ke Surabaya, agar kehidupannya lebih tenang dibandingkan saat ini mereka tinggal di sekitar Puslatpur di Pasuruan. "Tapi, untuk sementara mereka belum mau, karena kalau pindah ke Surabaya juga harus memindah anak-anaknya yang masih duduk di bangku sekolah. Keluarga mereka itu betul-betul tertekan secara psikis menghadapi kenyataan seperti saat ini," katanya. Oleh karena itu, ia minta semua pihak untuk menahan diri dan tidak berkomentar yang justru memanaskan suasana berkait dengan peristiwa penembakan yang terjadi pada Rabu (30/5) sehingga menewaskan empat orang warga sipil dan beberapa orang luka-luka itu. "Marinir juga terpukul dengan peristiwa penembakan ini. Sekarang ini Komandan Pasmar I berkeliling ke markas-markas Marinir untuk memberikan pengarahan, agar tenang memahami kasus itu. Marinir diharapkan tetap menampilkan sosok prajurit yang dekat dengan rakyat," ujarnya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007