Denpasar (ANTARA News) - Greenpeace pada Rabu menjadwalkan menggelar aksi damai di Kuta, Bali, dengan mengusung rakitan sebuah monster naga yang sedang menyemburkan zat asam arang (karbondioksida/CO2) sebagai bentuk protes atas meningkatnya penggunaan batubara. Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Se-Asia Tenggara, Nur Hidayati, mengungkapkan bahwa kegiatan itu bertujuan menuntut pertemuan Coal Trans 2007 di Asia, agar berhenti memanfaatkan batubara yang berdampak negatif terhadap pencemaran lingkungan. "Coal Trans 2007 merupakan pertemuan industri tak bermoral. Mereka harus bertanggung jawab karena telah mendorong kita semua ke jurang bencana alam," ujarnya. Ia mengatakan, para perusak iklim tersebut bersama dengan kroni pemerintah masing-masing terus mendorong investasi skala besar kebohongan teknologi "batubara bersih" dan ekspansi operasi penambangan di wilayah Asia. "Negara-negara maju dalam kelompok G-8 dan negara-negara anggota APEC berada di pihak yang salah juga dalam krisis iklim. Namun, negara-negara tersebut bukannya bertanggung jawab, justru menyodorkan batu bara di negara-negara berkembang," ucapnya. Hidayati mencontohkan, setelah dibakar sekilogram batubara menghasilkan sekitar 2,75 kg atau 1,4 meter kubik gas CO2. Indonesia saat ini merupakan pengekspor "steam coal" terbesar di dunia dan bahkan telah memasang target untuk mengekspor sebanyak 149 metrikton batubara di tahun 2007. "Ini sebuah lonjakan besar dalam mengekspor batubara, dari tahun 2006 sebesar 25 Mt. Sehingga kita sekarang sedang menghadapi kondisi iklim yang sangat gawat," ujarnya. Emisi CO2 yang berasal dari bahan bakar fosil salah satu pendorong terjadinya perubahan iklim, melonjak dengan rata-rata intensitasnya lebih tinggi dalam tahun-tahun terakhir ini. "APEC seharusnya mengedepankan visi yang lebih mulia untuk meningkatkan kerja sama energi di wilayah Asia Pasifik, yaitu dengan memberi prioritas terhadap efisiensi energi serta energi terbaharukan dan menjadi batubara bagian di masa lalu," kata Hidayati. Pendapat senada juga dilontarkan Catherine Fitzpatrick dari Geenpiece Australia, semestinya APEC tidak menjadi forum bicara saja yang terus membiarkan kantong perusahaan bahan bakar fosil menjadi tebal. "Hal ini khususnya yang dibantu oleh perjanjian-perjanjian ekspor batubara," ucapnya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007