Makassar (ANTARA News) - LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak Menteri Kehutanan, MS Kaban, berhenti memberikan izin pelepasan areal di kawasan hutan konservasi di Kota Palopo, Tana Toraja, Sulsel, untuk kegiatan penambangan. Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Taufik Kasaming, mengatakan di Makassar, Senin, sejumlah investor asing dan nasional sejak beberapa tahun terakhir berminat menanamkan modalnya di sektor pertambangan dan meminta konversi kawasna hutan areal eksploitasi tambang. Beberapa diantara investor itu sudah memiliki surat ijin penyelidikan pendahuluan (SIPP) dan izin eksploitasi kuasa pertambangan, khususnya di kawasan hutan lindung dan kawasan adat di Kota Palopo dan Kabupaten Tana Toraja. Temuan Walhi Sulsel mencatat, rencana pertambangan yang akan dilakukan investor tersebut menujukan bahwa hampir semua lokasi yang akan dieksploitasi berada di kawasan lindung dan kawasan konservasi. Di Kota Palopo, kata Taufik, ada beberapa perusahaan yang terdata diantaranya PT. Avocet Mining Plc dan PT. Aurora Mandiri dengan Surat Izin Penyelidikan Pendahuluan (SIPP) yang diberikan Walikota Palopo No. 22/540/SDA dan PM/I/2005 yang berada di Kelurahan Latuppa dan Kelurahan Kambo Kota Palopo. Luas areal kawasan yang akan dikuasai investor itu sekitar 17.000 hektar yang berlaku efektif untuk masa satu tahun dimana areal kuasa pertambangan perusahaan itu adalah kawasan konservasi/hutan lindung. Sementara PT. Seven Energy Group dan PT. Frantika Rahman yang mempunyai areal rencana eksploitasi di Kawasan Siguntu, Kecamatan Mungkajang, Kota Palopo seluas 40 hektar, sebagian besar lokasinya adalah kawasan hutan lindung. Di Kabupaten Tana Toraja, PT. Integra Mining Nusantara (Tewoo Affiliation Company) dengan izin eksploitasi nomor: 540/245/DPE/XI/2006 Tanggal 30 November 2006 untuk masa berlaku tiga tahun. Luas kuasa pertambangan PT. Integra Mining Nusantara adalah 847,42 hektar yang terdapat di Desa Sangkaropi, Kecamatan Sa`dan, Kabupaten Tana Toraja. Lahan penambangan PT. IMN ini mencaplok kawasan hutan konservasi/lindung, sedangkan PT. Newmont Pacific Nusantara (NPN) dengan areal penyelidikan pendahuluan di Kawasan Sa`sak, Kecamatan Bittuang, Kabupaten Tana Toraja seluas 43.820 hektar. PT. NPN melaksanakan kegiatan penyelidikan pendahuluan (SIPP) berdasarkan surat izin No. 540/91/DPE/VI/2006 dengan tanggal naskah 2 Juli 2006 berakhir sampai 2 juni 2007 dimana areal penyelidikannya adalah konservasi/hutan lindung. Menurut Taufik, berdasarkan hasil investigasi Walhir, sebagian besar kawasan eksplorasi perusahaan-perusahaan itu adalah kawasan hutan lindung, yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) sejumlah sungai besar di Sulsel. Selain itu, sebagian besar kawasan kuasa pertambangan masuk dalam wilayah pemukiman masyarakat adat asli Toraja seperti di Sa`sak di Tana Toraja. "Rencana penambangan emas di dua lokasi yakni kawasan Sangkaropi dan Sa`sak merupakan wujud rencana eksploitasi SDA yang tidak lagi melihat dan mempermasalahkan status hutan, bentang alam yang tidak layak ditambang, belum lagi permasalahan sosial/adat yang muncul di permukaan akibat eksploitasi yang akan menggusur hak-hak ulayat," jelas Taufik. Dengan bentang alam yang tidak memadai untuk ditambang apalagi dengan sistem `open fit mining` di sekitar kawasan kuasa pertambangan PT IMN, lanjut Taufik, berpotensi terjadi bencana longsor seperti di kawasan Sangkaropi, Kecamatan Sa`dan dan Sa`sak, Rembo-rembo, Sendana dan Bau Kecamatan Bittuang. Berdasarkan hasil analisis Walhi, kata Taufik, rencana penambangan di dua lokasi ini akan mengurangi luas hutan Tana Toraja yang semakin menyusut dari waktu ke waktu. "PT. Integra Mining Nusantara akan menghancurkan areal hutan lindung, kawasan adat dan persawahan masyarakat dengan luas kuasa pertambangan 847.42 hektar," ujarnya. Sementara itu, PT. Newmont Pacific Nusantara akan mengeksploitasi hutan adat, hutan lindung dan permukiman masyarakat di empat desa dan areal perkebunan dan persawahan masyarakat dengan luas izin SIIP 43.820 hektar.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007