Cox's Bazar, Bangladesh/Yangon (ANTARA News) - Myanmar mendesak warga Muslim di daerah barat laut yang bermasalah bekerja sama dalam perburuan para pemberontak yang mengoordinasi serangan-serangan terhadap pos-pos keamanan.


Pemberontak itu juga melancarkan tindakan keras kepada tentara, yang telah menjadi serangan kekerasan paling mematikan, yang melanda warga Rohingya dalam puluhan tahun.

Bentrokan-bentrokan dan serangan balasan militer telah menewaskan hampir 400 orang dan memaksa sekitar 58.600 warga Rohingya lari ke negara tetangga Bangladesh untuk menyelamatkan diri dalam sepekan terakhir sementara para pekerja kemanusian berjuang untuk membantu mereka.

Perlakuan Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut ajaran Buddha terhadap sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya menjadi tantangan terbesar yang dihadapi pemimpin Aung San Suu Kyi, yang dituduh kritikus Barat tidak bersuara mengenai minoritas yang telah lama mengeluhkan penganiayaan.

Presiden Turki Tayyip Erdogan pada Jumat mengatakan kekerasan terharap Muslim di negara itu serupa dengan genosida.

Kekerasan terhadap warga Rohingnya kali ini menandari ekskalasi konflik yang telah membara sejak Oktober, ketika serangan kecil Rohingya ke pos-pos keamanan memicu respons militer yang dianggap melanggar hak-hak asasi.

"Menggunakan pelantang suara, warga desa-desa Islam di bagian utara Maungtaw didesak bekerja sama ketika pasukan keamanan memburu teroris ekstremis Tentara Balabantuan Arakan Rohingya (ARSA), dan tidak menimbulkan ancaman atau mengacungkan senjata ketika pasukan keamanan masuk ke desa-desa mereka," menurut koran Global New Light of Myanmar, yang dijalankan pemerintah, Minggu.

ARSA telah dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah. Kelompok itu mengklaim bertanggung jawab atas serangan terkoordinasi ke pos-pos keamanan pekan lalu.

Di Desa Maungni di Rakhine bagian utara, warga desa awal pekan ini menangkap dua anggota ARSA dan menyerahkan mereka ke pihak berwenang menurut koran pemerintah Myanmar.

Militer Myanmar lewat unggahan di Facebook, Minggu, menuduh pemberontak Rohingya telah membakar biara, gambar-gambar Buddha serta sekolah dan rumah di Rakhine utara.

Lebih dari 200 bangunan, termasuk rumah dan toko-toko, di beberapa desa di rusak menurut militer.

Sementara para pejabat Myanmar menyalahkan ARSA karena membakar rumah-rumah, warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dan para pengamat HAM mengatakan pembakaran dan pembunuhan oleh tentara untuk mengusir kelompok minoritas keluar.

Lebih dari 11.700 "warga etnis" telah dievakuasi dari Rakhine utara menurut pernyataan pemerintah mengacu pada warga non-Muslim.

Di Bangladesh, otoritas menyatakan sedikitnya 53 jasad warga Rohingya ditemukan mengambang di Sungai Naf atau terdampar di pantai pekan lalu, sementara puluhan ribu orang berusaha menyelamatkan diri dari kejahatan.

Inggris, bekas penguasa kolonial Myanmar, Sabtu, berharap Aung San Suu Kyi yang juga penerima Hadiah Nobel Perdamaian, menggunakan "kualitas luar biasanya" untuk mengakhiri kekerasan, demikian menurut warta kantor berita Reuters.

Penerjemah: Maryati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017