"Amar putusan mengadili, menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung MK Jakarta, Kamis.
Mahkamah berpendapat bahwa Pasal 41 UU Kewarganegaraan justru bertujuan untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum, menjamin kepastian hukum, memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak dari perubahan peraturan perundang-undangan.
Pertimbangan Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman menyebutkan bahwa pasal tersebut mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau sementara dengan memberi kewarganegaraan Indonesia bagi anak-anak hasil kawin campur yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin.
"Caranya dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui pejabat atau perwakilan Republik Indonesia paling lambat empat tahun setelah UU Kewarganegaraan diundangkan," papar Anwar Usman.
Dengan demikian berdasarkan Pasal 41 UU Kewarganegaraan, mereka yang tergolong ke dalam anak-anak hasil kawin campur akan terhindar dari kemungkinan menjadi anak yang tidak memiliki kewarganegaraan dan sekaligus terhindar dari kemungkinan memiliki kewarganegaraan ganda.
Terkait permasalahan yang dialami anak Pemohon terkait kehilangan kewarganegaraan Indonesia akibat tidak mendaftar, hal tersebut bukan masalah konstitusionalitas norma.
Mahkamah menilai kejadian tersebut karena kesalahan yang bersangkutan, termasuk apabila hal itu terjadi karena kelalaian atau ketidaktahuan.
Alasan kelalaian, menurut Mahkamah, tidak dapat digunakan sebagai dasar pengajuan tuntutan.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017