Jakarta (ANTARA News) - Keluarga korban tragedi pesawat jatuh yang mengangkut skuat klub sepak bola Chapecoense menuntut keadilan dan pendampingan sembari mengeluhkan perasaan "diabaikan" oleh pihak klub dan perusahaan media dalam sebuah sesi wawancara di Sao Paulo, Brasil, Rabu (30/8) setempat.

Sementara para pemain Chapecoense dengan Paus Fransiskus di Roma, pada saat bersamaan dengan sesi wawancara di Brasil, perwakilan dari Asosiasi Keluarga dan Kerabat Korban Penerbangan Capecoense menyampaikan kepada Reuters bahwa diperlukan pendampingan lebih dalam hal finansial maupun psikologis.


Mereka juga menuntut jawaban sejumlah pertanyaan terkait pertanggung jawaban kecelakaan tersebut.


"Itu kecelakaan yang tinggal menunggu waktu," kata Fabienne Belle, janda dari psikolog klub Chapecoense, Cesar Martins, yang kini memimpin asosiasi keluarga korban tersebut.


"Chapecoense dan perusahaan terkait harus menempuh tanggung jawab institusional untuk sejumlah nyawa yang direnggut dari kami," ujarnya menambahkan.


Pernyataan keluarga korban merujuk pada temuan otoritas penerbangan Kolombia bahwa maskapai Bolivia pengangkut tim Chapecoense, LaMia, melakukan penghematan bahan bakar yang menjadi penyebab pesawat jatuh di pegunungan sebelum mencapai bandara tujuan.


Jajaran eksekutif LaMia yang masih ditahan sebelum persidangan dengan tuduhan kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, membantah tuduhan tersebut, meskipun salah satu pemilik maskapai itu merupakan pilot pesawat tersebut dan turut menjadi korban.


Salah satu keluhan utama keluarga korban adalah pihak klub bersikeras tetap menggunakan jasa LaMia meskipun para pemain sempat mempertanyakan cara kerja maskapai tersebut.


Pasalnya, pada putaran awal Piala Sudamericana 2016 tersebut, Chapecoense yang diangkut LaMia menuju Barranquilla, Kolombia, mereka sempat ditumpangkan menggunakan mobil van yang tak memiliki pintu, ungkap Belle.


Dalam perjalanan tersebut skuat Chapecoense tiba terlambat 22 jam, yang menurut Belle seharusnya mendorong pihak klub untuk memperhatikan lebih para stafnya.


"Apa yang terjadi sebelumnya, menentukan tragedi malam itu. Chapecoense kerap melakukannya dalam perjalanan-perjalanan sebelumnya. Ada kelalaian pengawasan. Yang memprihatinkan kami adalah lemahnya upaya mendidik, agar kejadian ini tak terulang," kata Belle.


Direktur Komunikasi Chapecoense, Fernando Matos, mengaku pihak klub sudah menemui asosiasi keluarga korban untuk membicarakan banyak hal yang dipertanyakan, namun ia menolak untuk menjawab sejumlah pertanyaan spesifik.


"Telah disepakati baik klub maupun asosiasi keluarga korban tidak mengumbar permasalahan yang ada ke media," kata Matos.


Tragedi Chapecoense menewaskan tak kurang dari 71 penumpang dan kru yang terdiri dari pemain dan staf Chapecoense hingga awak media ketika pesawat yang mengangkut klub itu untuk jadwal laga final Piala Sudamericana 2016 melawan Atletico Nacional jatuh di pegunungan Kolombia, 28 November 2016.

Penerjemah: Gilang Galiartha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017