Yogyakarta (ANTARA News) - Pengelolaan zakat di Daerah Istimewa Yogyakarta belum optimal karena banyak lembaga amil zakat yang tidak melapor ke Badan Amil Zakat Nasional Daerah Istimewa Yogyakarta, kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama setempat Muhammad Lutfi Hamid.
"Potensi zakat di DIY sebenarnya cukup besar, namun hingga kini kami masih menghimpun kurang dari 10 persen dari potensi yang ada," kata Lutfi di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, apabila pelaporan zakat dipatuhi lembaga amil zakat (LAZ) atau unit pengumpul zakat (UPZ) yang tersebar di kabupaten/kota, maka penyaluran dan pengelolaan zakat terpantau dan terorganisasi optimal.
Pengorganisasian pengelolaan zakat itu penting, karena masih banyak yang keliru dalam pengelolaannya. Pengelolaan zakat yang dihimpun, menurut dia, muaranya adalaha diperuntukkan untuk delapan golongan penerima zakat (asnaf) di antaranya orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil (petugas zakat), orang-orang yang terlilit utang, untuk sabilillah, dan ibnu sabil.
"Tidak boleh digunakan misalnya untuk pembangunan Masjid atau membeli ambulans karena pembangunan masjid tidak termasuk asnaf," kata dia.
Ia mengatakan sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, setiap LAZ wajib melaporkan secara berkala kegiatan pengumpulan zakat dari masyarakat kepada Baznas.
"Ada regulasi yang mengharuskan mereka melaporkan kepada Baznas dan Baznas melaporkan ke Kemenag, namun sejauh ini itu belum berjalan optimal," kata dia.
Selain menyalurkan zakatnya melalui LAZ dan UPZ, menurut dia, masyarakat DIY juga banyak yang menyalurkan zakat melalui mejalis-majelis talim yang sebagian belum memiliki izin resmi untuk mengelola zakat.
Ia mengakui saat ini banyak lembaga pengumpul zakat swasta di DIY yang belum berizin namun mengumpulkan zakat. "Majelis-majelis talim sering kali melakukan itu. Kalau yang belum memiliki izin resmi itu nanti menjadi urusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata dia.
(T.L007/B015)
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017