Sejumlah strategi diperlukan guna menyiasati tren pelemahan harga minyak dunia yang diprediksi masih akan membayangi kinerja BUMN migas, seperti PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
"Kita tetap berupaya mengamankan penerimaan dari migas. Meskipun harga migas tidak bisa naik, kita harus mengedepankan pembangunan dan pemerataan ekonomi," kata Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Edwin Abdullah di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu.
Menurut Edwin, katalis pelemahan harga komoditas migas akan memengaruhi kinerja BUMN migas sehingga bakal berdampak lurus pada setoran dividen ke negara.
Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat dari manajemen dalam rangka menyelamatkan kinerja keuangan BUMN.
"Kalau yang sering dilakukan Pertamina, ya, kita terpaksa memang harus melakukan efisiensi sehingga (mereka) bisa menekan (biaya)," ujarnya.
Sebelumnya, Edwin juga sempat berbicara soal potensi penurunan pendapatan PGN akibat kebijakan Kementerian ESDM menaikkan harga jual gas ConocoPhillips (COPI) ke PT PGN di Batam.
Ia pun mengimbau pemangku kepentingan agar mendukung kinerja BUMN. Dukungan terhadap BUMN juga dibutuhkan dalam rangka melepaskan diri dari bayang-bayang masih rendahnya harga migas dunia.
"Biasanya kebijakan tidak bisa dilihat satu per satu, pasti ada rentetannya. Kalau misalnya ini disuruh mengalah, mungkin ada yang dikasih kelonggaran (kompensasi) oleh ESDM," katanya.
Pada kesempatan berbeda, anggota Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah mendesak pemerintah membatalkan kenaikan harga jual COPI ke PGN karena hanya akan menekan kinerja keuangan yang berdampak pada berkurangnya dividen negara.
"Ada kebijakan yang aneh, mengapa harga hulu naik ketika harga migas dunia sedang rendah-rendahnya? Saya tidak mengerti alasan Kementerian ESDM menaikkan harga jual gas ini (COPI)," kata Inas.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017