Jenewa (ANTARA News) - Pejabat tinggi hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta pihak berwenang di Myanmar pada Selasa memastikan bahwa pasukan keamanan menahan diri untuk tidak menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.

Zeid Raad al-Hussein, Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa- Bangsa untuk Hak Asasi Manusia, mengecam serangan terkoordinasi oleh gerilyawan pada pasukan keamanan Jumat lalu, namun mengatakan bahwa pimpinan politik memiliki kewajiban untuk melindungi semua warga sipil "tanpa diskriminasi".

Lebih dari 8.700 orang Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh sejak serangan tersebut, kata Zeid dalam sebuah pernyataan.

"Kejadian ini menyedihkan. Hal itu bisa diprediksi dan bisa dicegah."

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sangat prihatin atas laporan tentang kematian warga dalam gerakan keamanan di negara bagian Rakhine, Myanmar, kata juru bicaranya.

Ia juga meminta Bangladesh menerima pengungsi Rohingya, yang melarikan diri dari negaranya untuk mencari perlindungan.

"Banyak dari pengungsi itu adalah wanita dan anak-anak, beberpa dari mereka dalam keadaan terluka," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric dalam pernyataan.

"Sekretaris Jenderal meminta badan kemanusiaan diberikan jalan tidak terbatas dan bebas dalam memberikan bantuan dan perlindungan kepada masyarakat terdampak. Perserikatan Bangsa-Bangsa siap memberikan semua dukungan, yang diperlukan, kepada Myanmar dan Bangladesh dalam hal itu," kata Dujarric.

Pasukan keamanan Myanmar meningkatkan operasi melawan gerilyawan Rohingya pada Senin, kata polisi dan sumber lainnya, menyusul bentrokan tiga hari dengan gerilyawan, dalam kekerasan terburuk yang melibatkan masyarakat minoritas Muslim Myanmar dalam lima tahun belakangan.

Di Bangladesh, penjaga perbatasan mencoba untuk menghalau masuk pengungsi yang tiba di dekat desa Gumdhum.

Sekitar 1,1 juta Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine di Myanmar, namun ditolak kewarganegaraannya dan menghadapi pembatasan perjalanan yang berat.

Banyak umat Buddha di Myanmar menganggap mereka sebagai imigran ilegal dari negara tetangga Bangladesh.

Penanganan terhadap sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya menjadi sebuah tantangan terbesar bagi Suu Kyi. Ia dituduh tidak bersuara terhadap kejadian pembantaian Muslim Rohingya, yang merupakan kaum minoritas di Myanmar, oleh serangan brutal militer setelah terjadinya penyerangan Oktober.

Operasi militer Myanmar pada tahun lalu mendapat banyak kritikan, di tengah adanya laporan dugaan tindak pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran. Perserikatan Bangsa-Bangsa menuduh pasukan keamanan Myanmar kemungkinan telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Aung San Suu Kyi menghalangi penyelidikan PBB yang diamanatkan untuk menelusuri tuduhan tersebut.

Pengamat mengkhawatirkan serangan terkini itu memicu lebih banyak tanggapan dari tentara, yang lebih garang jika dibandingkan dengan pada tahun lalu dan memicu bentrokan Muslim dengan suku Buddha Rakhine, demikian Reuters.

(G003/M016)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017