"Total produksi kopi robusta secara nasional sebesar 650 ribu ton dan 70 persennya berasal dari Lampung dan wilayah Sumbagsel," kata Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Irfan Anwar, usai melantik Badan Pengurus Daerah (BPD) AEKI Lampung antarwaktu periode 2017-2021, di Gedung AEKI Lampung, Bandarlampung, Selasa.
Ia menyebutkan, dari total produksi 650 ribu ton sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sisanya untuk ekspor.
Menurutnya, ekspor biji kopi robusta secara nasional sebanyak 350 hingga 400 ribu ton, dari total ekspor itu Lampung menyumbang sekitar 170 ribu ton biji kopi robusta untuk di ekspor.
Produksi kopi yang cukup besar itu, lanjutnya, membuat Lampung menjadi daerah yang sangat strategis, dan dahulu pada sekitar tahun 1980-an negara lain banyak belajar di Provinsi Lampung mengenai budi daya kopi robusta.
Irfan menjelaskan, Provinsi Lampung ada sekitar 163 ribu hektare lahan perkebunan kopi dengan 230 ribu kepala keluarga yang hidup dalam perkopian, sehingga membuat Lampung menjadi barometer yang sangat strategis untuk perkopian di Indonesia.
Menurutnya, Indonesia saat ini menduduki peringkat keempat pengekspor kopi dunia di bawah Brazil, Vietnam dan Kolombia, hal itu lebih disebabkan masih kurangnya pelatihan intensif kepada para petani, belum adanya intensifikasi lahan yang baru dan para key player belum banyak membantu para petani.
"Sebelumnya Indonesia peringkat ketiga dunia," katanya.
Ketua Umum BPP AEKI itu berharap dengan kepengurusan baru AEKI Lampung perkopian nasional dapat terus berkembang dan mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Lampung.
"Kami mohon dukungan pemerintah daerah juga, karena di Indonesia ini produksi kopi lebih kurang 650 ribu ton, 400 ribu tonnya diproduksi di Lampung dan wilayah Sumbagsel ini menjadikan Lampung menjadi daerah yang strategis bagi perkopian nasional," ujar Irfan Anwar.
Ketua BPD AEKI Lampung, Juprius mengatakan, masalah-masalah klasik perkopian di Lampung seperti tingkat produktivitas kebun kopi petani Lampung yang belum maksimal, nilai tawar petani yang masih rendah karena berbagai faktor.
Selain itu, ekspor yang masih berupa bahan mentah dan mutu yang masih didominasi oleh grade yang rendah tidak dapat diatasi sendiri oleh para pelaku usaha tetapi diperlukan dorongan pemerintah daerah terutama dalam tata kelola dan tata niaga kopi daerah Lampung.
Ia menambahkan, hal yang penting lainnya yang perlu diperhatikan, diantaranya, mengenai Indikasi Geografis (IG) Lampung kopi robusta yang membatasi mutu paling rendah dengan grade 4 (SNI) harus memotivasi semua pihak untuk menjaga nilai tersebut dengan kebijakan lokal yang diperlukan, kelembagaan petani diperkuat serta memaksimalkan fungsi dan peran Tim Pembinaan Perkopian yang dibentuk Pemprov Lampung pada tahun 2000 lalu.
Pewarta: Agus Wira Sukarta
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017