Denpasar (ANTARA News) - Setelah mendengarkan keterangan saksi ahli asal Australia, sidang Peninjauan Kembali (PK) untuk tiga terpidana mati kasus narkoba asal Negeri Kanguru akan menghadirkan Prof Dr Ali Hamzah, gurubesar hukum pidana pada Universitas Indonesia (UI). "Pak Ali sudah menyampaikan kepada saya, bahwa beliau berkenan hadir sebagai saksi ahli pada sidang PK Rabu (6/7) mendatang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar," kata Erwin Siregar SH, penasehat hukum (PH) ketiga terpidana mati, ketika dihubungi di Denpasar, Minggu. Ia menyebutkan seperti yang telah disampaikan pada sidang PK terhadulu oleh saksi ahli asal Australia, pada sidang mendatang pun saksi serupa dari Jakarta akan mengupas seputar masalah hukum pidana yang ada kaitannya dengan vonis mati yang kini telah dijatuhkan kepada tiga warga asal Negeri Kanguru. Dikatakannya, Prof Dr James PR Ogloff, gurubesar bidang hukum pada Australian Monas University, dalam kesaksiannya pada sidang terdahulu menekankan bahwa hukuman mati perlu dihapuskan dari muka bumi. Alasannya, hukuman tersebut tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai HAM, sekaligus tidak banyak memberi perubahan kepada dunia kejahatan. Seperti yang dijelaskan Prof Ogloff, kata Erwin, sejumlah negara di dunia hingga kini masih memberlakukan hukuman mati dengan asumsi mampu menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan untuk tidak melakukan hal serupa. "Namun pada kenyataannya, hukuman berupa pencabutan hak hidup bagi warga negara itu tidak banyak dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan," kata Ogloff seperti yang ditirukan Erwin. Hasil penelitian pada puluhan negara di Eropa dan Amerika pada 2003, menunjukkan bahwa hukuman mati tidak membawa perubahan apa-apa bagi dunia kejahatan. "Meski hukuman mati telah dijatuhkan, namun tidak mengurungkan niat penjahat yang lain untuk tidak melakukan hal yang serupa," ucapnya. Mengingat itu, banyak negara di dunia kemudian menghapuskan hukuman mati sebagai suatu sanksi bagi para pelaku kejahatan dan berbagai tindak pidana lainnya. "Kini hanya tinggal sekitar 12 persen saja negara di dunia yang masih menerapkan sanksi berupa hukuman mati, termasuk Indonesia," kata Erwin, mengutif keterangan Ogloff di persidangan. Erwin menyebutkan, Prof Ali juga tampaknya akan mengupas habis masalah hukuman mati ini, yang dewasa ini dipandang tidak lagi relevan dengan jamannya. Ketika disinggung mengenai keterangan saksi ahli yang menurut Jaksa Olopan Nainggolan SH tidak relevan dengan materi persidangan, Erwin mengatakan soal itu majelis hakim yang nantinya menilai. Tiga dari sembilan warga negara Australia yang dijatuhi hukuman mati terkait kasus narkoba, mengajukan sidang PK setelah di tingkat kasasi dijatuhi hukuman yang lebih berat, yakni mati. Ketiga terpidana mati yang sering dijuluki anggota "Bali 9" itu, masing-masing Tach Duc Tanh Nguyen (27), Si Yi Chen (20) dan Matthew James Norman (18). Pada sidang tingkat pertama di PN Denpasar yang berlangsung kurang lebih setahun silam, ketiga anggota "Bali 9" masing-masing dijatuhi hukuman seumur hidup. Di tingkat banding, vonisnya diturunkan menjadi masing-masing 20 tahun penjara. Atas vonis yang 20 tahun penjara itu, Nguyen, Yi Chen dan Norman mengajukan kasasi, yang oleh majelis hakim pada MA vonisnya malah dinaikkan menjadi hukuman mati. Ketiga anggota "Bali 9" yang dijatuhi hukuman mati setelah terbukti berupaya menyelundupkan sebanyak 10,9 kilogram heroin dari Bali ke Negeri Kanguru, kini masih menjalani penahanan di Lapas Kerobokan Denpasar. (*)
Copyright © ANTARA 2007