"Temuan Pansus berdasarkan keterangan LPSK menegaskan bahwa fungsi koordinasi KPK terhadap lembaga lain tidak dilaksanakan. Jangankan koordinasi, LPSK minta bertemu saja tidak dijawab," kata Agun usai Rapat Dengar Pendapat Pansus Angket di Gedung Nusantara, Jakarta, Senin.
Agun menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan pemimpinnya, LPSK bisa berkoordinasi dengan KPK di bawah kepemimpinan Taufiqurahman Ruki dan Antasari Azhar.
Setelah kepemimpinan keduanya, menurut Agun, LPSK tidak bisa berkoordinasi dengan KPK mengenai perlindungan saksi dan korban dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.
"Bahkan LPSK telah berkirim surat kepada KPK untuk melakukan bertemu dan dialog dengan Pimpinan KPK namun tidak pernah dijawab," ujarnya.
Dia juga menyebut KPK tidak juga merespons permintaan LPSK untuk memperbaiki kerja sama dalam penanganan perlindungan saksi yang berakhir 2015.
Politisi Partai Golkar itu menjelaskan pula bahwa berdasarkan keterangan pemimpin LPSK, dalam perlindungan saksi dan korban, rumah aman harus memiliki fasilitas yang memadai seperti kamera CCTV, ruang tamu, peralatan kesehatan dan kepala rumah aman.
"Namun berdasarkan kunjungan lapangan Pansus ke dua tempat rumah aman di daerah Depok dan Kelapa Gading yang digunakan untuk Niko Panji Tirtayasa, fasilitas standar rumah aman tidak ada," katanya.
Anggota Pansus Angket KPK Mukhamad Misbakhun mengatakan kewenangan perlindungan saksi dan korban serta pengadaan rumah aman, secara kelembagaan ada di LPSK, bukan lembaga lain.
"Dalam kasus Niko Panji Tirtayasa, sangat jelas bahwa dia dijadikan saksi dan ditempatkan dalam rumah aman oleh KPK tanpa pernah ada koordinasi dengan LPSK secara kelembagaan," ujarnya.
Misbakhun juga menyebut pelanggaran syarat-syarat pengadaan rumah aman yang sudah diatur seperti ada akses jalan yang lebar, ada transportasi, pemadam kebakaran, dan alat kesehatan di rumah aman KPK.
(Baca: LPSK-KPK belum perpanjang kerja sama perlindungan saksi)
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017