"Mobil listrik tentu kita dorong. Untuk Indonesia kita batasi 20 persen tahun 2025 berbasis mobil listrik. Dari sekarang sampai 2025 ada mesin berbasis hibrida, tentu ke depan kita lihat berapa besar teknologi itu akan berkembang," kata Airlangga di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan pula bahwa Kementerian Perindustrian akan membahas regulasi maupun tarif pajak mobil listrik bersama Kementerian Keuangan.
"Kan dia basisnya kilowatt dan km/liter, jadi targetnya di atas 30 km/liter untuk yang hibrida, yang listrik akan kita permudah khusus untuk PPN Barang Mewah, bea masuk maupun bea impor," katanya.
Airlangga menambahkan pemerintah juga akan mengatur mekanisme impor mobil listrik mulai dari Incompletely Knocked Down (IKD), Completely Knocked Down (CKD) maupun Completely Build Up (CBU).
"Di awal berbasis CBU karena itu untuk prototiping dan tes pasar. Kedua, tentu berbasis CKD. Jumlah lokal konten dari industri berbasis listrik itu berbeda dengan motor engine biasa, karena supliernya jauh lebih sedikit dan mesinnya lebih sederhana," papar Airlangga.
Mengenai infrastruktur pendukung, Airlangga mengatakan bahwa yang dibutuhkan antara lain colokan listrik untuk mengisi ulang baterai.
"Untuk teknologi yang lain self charging ada double engine, jadi mesin biasa ada di mobilnya, sehingga langsung men-generate listrik untuk men-charger, yang self charging tidak memerlukan dicolok. Jadi tidak perlu plug," kata Airlangga.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017