Jakarta (ANTARA News) - Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya merupakan salah satu musuh bangsa yang masih terus harus diberantas, karena korban dari teror narkoba ini bisa siapa saja.
Pihak kepolisian pun banyak melakukan penangkapan terhadap publik figur di dunia hiburan terkait dengan kasus narkoba ini, sehingga membuat dunia hiburan tampak identik dengan peredaran serta konsumsi narkoba.
Kendati demikian terungkap bahwa serangan narkoba tidak mengenal jenis kelamin, status sosial, jabatan, pekerjaan, atau pun usia. Oleh sebab itu narkoba diklaim Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai musuh bangsa karena mampu merusak generasi penerus bangsa.
Narkoba bahkan bisa menggoda hakim yang digadang-gadang sebagai profesi mulia, karena memiliki tugas untuk mengadili dan memutus perkara pelanggaran hukum.
Pada Februari 2014 Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang merupakan gabungan dari Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap dengan hak pensiun atau dengan hormat terhadap Hakim Pahala Shetya Lumban Batu yang terbukti mengonsumsi narkoba jenis sabu-sabu.
Sanksi pemberhentian dengan hak pensiun itu lebih ringan dari rekomendasi sanksi KY yang meminta agar Pahala dijatuhi sanksi pemberhentian tetap dengan tidak hormat.
Majelis menilai hakim terlapor melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan Peraturan Bersama (PB) Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2012 tentang Pedoman Panduan Penegakan KEPPH. Khususnya, poin wajib menghindari perbuatan tercela, menjaga kewibawaan martabat hakim dan lembaga peradilan baik di dalam atau di luar persidangan.
Kembali Terulang
Sanksi yang diberikan kepada mantan hakim pengguna narkoba ini rupanya kurang memberikan efek jera.
Pada Juli 2017 seorang hakim Pengadilan Negeri Liwa di Provinsi Lampung yang bernama Firman Affandy ditangkap oleh Polres Bandar Lampung karena terbukti memiliki sejumlah narkotika jenis sabu.
Hakim Firman Affandy kemudian diperiksa di Polres Bandar Lampung, setelah dia tertangkap tangan dengan barang bukti satu paket narkotika jenis sabu di rumahnya di Jalan Wolter Monginsidi Lampung, pada Jumat (14/7) malam.
Dari penangkapan tersebut polisi menyita satu paket sabu, sebuah timbangan digital, serta seperangkat alat hisap sabu.
Dalam pengakuannya, Hakim Firman mengatakan baru pertama kali mengkonsumsi narkotika jenis sabu, karena hanya ingin mencicipinya.
Hukum tetap menjeratnya dan Firman dijadikan tersangka dengan pasal berlapis atas kasus penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu.
"FA akan disangkakan dengan Pasal 114 dan Pasal 112 atau dugaan kepemilikan sekaligus pemakai," kata Kasat Narkoba Polresta Bandarlampung Kompol Indra beberapa waktu lalu.
Pemakaian narkoba tidak luput dari perhatian masyarakat, kali ini pun penangkapan Firman terjadi melalui laporan warga yang mencurigai suatu tempat di Kecamatan Telukbetung Utara sering digunakan untuk pesta narkoba oleh sejumlah orang.
"Setelah kita lakukan penggerebekan, ternyata ditemukan satu orang di dalam rumah itu, setelah kami tanya tersangka mengaku kalau dirinya salah satu hakim di Liwa, ditemukan juga barang bukti berupa bong dan sisa sabu bekas pakai," katanya.
Dari pengakuannya, narkoba ini didapat dengan cara membeli dari pengedar berinisial TL dan digunakannya untuk kepentingan pribadi.
Diberhentikan Sementara
Terkait dengan kasus ini, juru bicara MA Suhadi menjelaskan bila Hakim Firman terbukti memiliki narkotika jenis sabu, maka dia akan menerima sanksi berupa pemecatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Diusut tuntas saja sesuai prosedur hukum yang ada, karena di mata hukum semua sama tidak ada bedanya hakim dengan yang lain," kata Suhadi.
Bila status hukum Hakim Firman menjadi terpidana, maka sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku dia dapat diberhentikan.
Suhadi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (PP Ikahi) mengimbau para hakim agar dapat menghindari segala hal negatif yang dapat mencoreng martabat hakim.
Menurutnya, tindakan kepemilikan atau konsumsi narkoba oleh hakim tidak hanya merugikan hakim yang bersangkutan, namun juga akan mencoreng dan merugikan korps kehakiman.
Pada kesempatan yang berbeda, Ketua Muda bidang Pengawasan MA, Hakim Agung Sunarto, menyebutkan bahwa MA tidak akan memberikan toleransi terhadap hakim yang terbukti bersalah karena melanggar kode etik.
Terkait dengan kasus Hakim Firman, Sunarto menegaskan bahwa hakim yang bersangkutan sudah diberhentikan sementara dari jabatannya semenjak ditangkap dan ditahan oleh Polres Bandar Lampung.
"Hakim tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya sejak ditahan dan MA tidak akan memberikan toleransi terhadap segala bentuk pelanggaran terhadap kode etik apalagi sudah merupakan tindakan pidana," kata Sunarto.
Sanksi Etik
Juru bicara KY Farid Wajdi menyatakan bahwa instansinya berusaha bertindak cepat dalam melakukan pendalaman kasus penangkapan hakim Firman serta melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya, baik itu kepolisian dan BNN.
KY akan melakukan penanganan secara pararel dari sisi dugaan pelanggaran KEPPH, sambil tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari mengatakan akan merekomendasikan sanski terhadap Hakim Firman berdasarkan pemeriksaan dan sidang pleno KY yang digelar pada bulan lalu.
Menurutnya, KY sudah melakukan pemeriksaan hingga ke Lampung dan berdasarkan keputusan sidang pleno KY, hakim terlapor direkomendasikan dijatuhi sanksi ke MA karena terbukti menguasai, memiliki dan menggunakan narkoba.
Perbuatan Hakim Firman sudah merendahkan martabat dan keluhuran hakim.
Mana kala satu orang merendahkan profesi hakim, itu dapat meruntuhkan kepercayaan publik kepada pengadilan, dan dengan sendirinya merugikan penegakan hukum di masyarakat, tegas Aidul.
Oleh Maria Rosari
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017