Surabaya (ANTARA News) - DPR akan memanggil Panglima TNI, Marsekal TNI Djoko Suyanto, dan Kasal Laksamana TNI Slamet Soebijanto, untuk dimintai klarifikasi tentang insiden bentrok petani dengan anggota TNI-AL di Pasuruan pada 30 Mei 2007. "Kami sudah ke Pasuruan dan teman-teman sudah kembali ke Jakarta, karena kami merencanakan untuk memanggil Panglima TNI dan Kasal terkait insiden itu," ujar anggota Komisi I DPR, H Effendy Choirie, kepada ANTARA per-telepon dari Surabaya, Sabtu. Anggota FKB DPR itu menjelaskan, DPR juga akan memanfaatkan dengar-pendapat dengan Panglima TNI dan Kasal sebagai momentum untuk menyelesaikan kasus sengketa tanah antara masyarakat dengan TNI di seluruh Indonesia. "Di Jatim saja ada 25 kasus tanah yang bermasalah, sedangkan di Jakarta mencapai ratusan hektar tanah sengketa TNI dengan rakyat. Karena itu, semuanya perlu dituntaskan, sebab akar masalahnya memang ada di situ," ucapnya. Oleh karena itu, Panja DPR akan memanggil BPN Pusat dan daerah untuk melakukan investigasi kasus sengketa tanah, termasuk memanggil perwakilan warga dari seluruh Indonesia yang memiliki masalah pertanahan dengan TNI, terutama warga dari Jawa. Namun, menurut dia, pihaknya tetap merekomendasikan kepada Panglima TNI agar pelaku penembakan empat petani Pasuruan oleh beberapa anggota Korps Marinir dibawa ke Peradilan HAM di Jakarta, karena tindakannya merupakan pelanggaran HAM berat, sebab korban tewas adalah anak-anak, ibu hamil, dan petani. "Kita harus malu ada tentara bentrok dengan rakyatnya. Karena itu, hal itu perlu dibawa ke Peradilan HAM agar tak terulang lagi. Jangan dibawa ke peradilan umum atau militer, karena kasusnya merupakan pidana umum biasa yang menyangkut pelanggaran HAM," tegasnya. Menurut dia, Presiden harus turun tangan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Pasuruan tersebut, kemudian Presiden juga harus mendorong penyelesaian kasus sengketa tanah antara warga dengan TNI, agar kasus penembakan tak terjadi lagi. "Kalau bukan Presiden yang turun tangan, saya kira akan mentah lagi dan masalahnya tidak akan cepat terselesaikan. Pasalnya, tanah merupakan kekayaan negara, sehingga penyelesaiannya melibatkan DPR dan Presiden," paparnya. Ditanya tentang alasan TNI-AL yang menyatakan pihaknya menang dalam sengketa tanah Grati di pengadilan, ia mengatakan hal itu akan ditelusuri, sebab warga setempat memiliki bukti-bukti yang cukup kuat, sehingga tak menutup kemungkinan ada "pendekatan militer" yang mempengaruhi putusan pengadilan. "Kami tidak akan menggunakan aspek yuridis, melainkan kami akan menelusuri sejarah atau histori dari tanah yang disengketakan. Kalau tanah milik rakyat, ya TNI harus `legowo` (berlapang dada), tapi kalau tanah milik TNI, ya rakyat harus menyadari," ucapnya. Namun, katanya, bila rakyat harus mengalah, maka pemerintah harus memikirkan ganti rugi. Sebab tanah bagi rakyat adalah mata pencaharian, sehingga menyuruh rakyat pindah tanpa kompensasi akan sama dengan menelantarkan rakyat. (*)
Copyright © ANTARA 2007