Uangnya kok banyak sekali. Ini juga masih kami dalami terus, tidak mungkin untuk satu kali transaksi."Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami sumber uang yang berada di dalam 33 tas terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Tahun Anggaran 2016-2017, kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
"Ini masih dalam proses, siapa saja dan dalam proyek apa saja. Karena yang bersangkutan tidak mungkin kami desak untuk mengingat semuanya, sudah terlalu banyak, bingung jadinya. Dia hanya ingat pada saat diperiksa jumlahnya sekian dari siapa," ujarnya di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/8).
KPK menetapkan dua tersangka terkait kasus tersebut, yaitu Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (ATB) dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono
(Baca juga: KPK intai A. Tonny Budiono selama tujuh bulan)
Sebelumnya, KPK dari kegiatan operasi tangkap tangan yang dilakukan pada 23 dan 24 Agustus 2017 mengamankan sejumlah uang dan kartu anjungan tunai mandiri (ATM).
Pertama, empat kartu ATM dari tiga bank penerbit yang berbeda dalam penguasaan ATB.
Kedua, 33 tas berisi uang dalam pecahan mata uang rupiah, dolar AS, poundsterling, euro, ringgit Malaysia senilai total Rp18,9 miliar berupa "cash" dan dalam rekening Bank Mandiri terdapat sisa saldo Rp1,174 miliar.
"Uangnya kok banyak sekali. Ini juga masih kami dalami terus, tidak mungkin untuk satu kali transaksi," ucap Basaria.
(Baca juga: Begini kronologi OTT Dirjen Perhubungan Laut)
KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan dengan penetapan dua orang tersangka, yaitu Antonius Tonny Budiono (ATB) dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
"Setelah pemeriksaan awal yang dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek barang dan jasa di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2016-2017 yang diduga dilakukan oleh Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (ATB)," kata Basaria.
Diduga, menurut Basaria, pemberian uang oleh APK kepada ATB terkait dengan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.
KPK mengungkap modus yang relatif baru dalam operasi tangkap tangan kali ini karena penyerahan uang dilakukan dalam bentuk ATM.
"Rekening dibuka oleh pemberi menggunakan nama pihak lain atau diduga fiktif selanjutnya pemberi menyerahkan ATM pada pihak penerima. Kemudian pemberi menyetorkan sejumlah uang pada rekening tersebut karena bertahap dan penerima menggunakan ATM dalam berbagai transaksi," demikian Basaria Panjaitan.
(Baca juga: KPK tahan Dirjen Hubla A. Tonny Budiono)
Sebagai pihak yang diduga pemberi, APK disangkakan melanggar disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sedangkan, ATB sebagai pihak yang diduga penerima, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
(Baca: KPK intai A. Tonny Budiono selama tujuh bulan)
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017