Sebelumnya, pada video pemeriksaan Miryam S Haryani saat masih menjadi saksi penyidikan kasus KTP elektronik yang diputar saat persidangan Miryam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/8), disebutkan tujuh orang dari unsur penyidik dan pegawai salah satunya diduga setingkat direktur di KPK menemui anggota Komisi III DPR.
"Proses pemeriksaan internal sesuai dengan arahan pimpinan masih berjalan sampai saat ini. Nanti kami informasikan lebih lanjut perkembangan yang lebih signifikan terkait dengan hal ini," kata Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/8) malam.
Menurut Febri, pemeriksaan terhadap tujuh orang itu menjadi fokus KPK, karena telah disebutkan Miryam setelah mendengar dari salah seorang anggota DPR RI.
"Jadi, itu ada informasi berlapis yang harus kami klarifikasi secara hati-hati. Namun, kami berkomitmen melakukan penelusuran tersebut," kata Febri lagi.
Febri pun menyatakan KPK juga belum mengetahui tujuh orang yang disebutkan Miryam itu, karena yang bersangkutan pun mendengar dari salah seorang anggota DPR RI.
"Jadi, proses informasi itu harus dilakukan secara berlapis. Kami masih fokus pada peristiwa yang terjadi sekitar bulan Desember 2016 karena pemeriksaan terjadi saat itu," ujar Febri.
Pada video pemeriksaan Miryam saat masih menjadi saksi penyidikan kasus KTP elektronik yang diputar dalam persidangan Miryam di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (14/8), disebutkan tujuh orang dari unsur penyidik dan pegawai salah satunya diduga setingkat direktur di KPK menemui anggota Komisi III DPR.
Saat itu Miryam diperiksa oleh dua penyidik KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik.
Miryam saat itu menceritakan kepada Novel bahwa dirinya diberitahu oleh anggota Komisi III DPR bahwa ada tujuh orang dari KPK yang memberitahu jadwal pemeriksaannya di KPK kepada anggota DPR RI.
Selain itu, Miryam juga menyampaikan bahwa dirinya diminta menyiapkan Rp2 miliar agar dapat "diamankan".
Dalam video pemeriksaan juga disebutkan Miryam mengaku diancam oleh politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu, politisi Partai Golkar Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo, politisi Partai Gerindra Desmond J Mahesa, politisi Partai Hanura Sarifuddin Sudding, dan politisi PPP Hasrul Azwar.
Sebelumnya, Miryam didakwa menggunakan pasal 22 jo pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana tentang orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.
Bila terbukti bersalah, dia bisa dijatuhi pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
(Baca: Djamal Aziz bantah pernah tekan Miryam)
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017