"Inisiasi ini sangat positif untuk diwujudkan, kami siap mendukung dan membantu proses pembentukan tim kolaboratif," kata Kasubdit Koridor dan Areal Bernilai Konservasi Tinggi (ABKT) Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mirawati Soedjono di Bengkulu, Rabu.
Ia mengatakan pembentukan koridor gajah yang ditetapkan dalam bentuk Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) menjadi salah satu upaya mengatasi ancaman kepunahan gajah Sumatera yang saat ini berstatus kritis.
Khusus di Bengkulu kata Mirawati, kondisi habitat yang terfragmentasi akibat pembukaan hutan untuk berbagai kepentingan dikhawatirkan mempercepat kepunahan gajah.
"Saya sudah melihat langsung kondisi habitat gajah di Bengkulu Utara, di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Seblat," ucapnya.
Mirawati mengatakan pembentukan koridor gajah penting mengingat hampir 80 persen wilayah jelajah gajah berada di luar kawasan konservasi.
Wilayah jelajah gajah di luar kawasan konservasi berstatus hutan produksi, hutan produksi terbatas, area peruntukan lain dan sebagian areal perkebunan sawit milik swasta.
"Kami siap mendukung tim kolaboratif dari pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan pihak swasta untuk mewujudkan koridor ini," ujarnya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Abu Bakar mengatakan usulan koridor gajah tersebut muncul dari kondisi lapangan di mana habitat gajah sudah terkotak-kotak akibat pembukaan lahan secara liar.
Saat ini kata Abu, populasi gajah Sumatera yang hidup liar di wilayah Bengkulu diperkirakan tersisa 70 ekor dengan kondisi hidup terpisah akibat fragmentasi hutan.
"Kalau gajah hidup terisolasi maka dikhawatirkan terjadi perkawinan sekerabat atau sedarah yang mengancam keanekaragaman genetik," ucapnya.
Koridor tersebut berfungsi menghubungkan antarwilayah yang terfragmentasi sehingga antarkelompok gajah dapat terhubung atau bertemu, katanya.
Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017