Jember (ANTARA News) - Ketua Parwida Watch Jember, Ignatius Sumarwiyadi mengatakan, untuk bisa memaknai kelahiran Pancasila sudah sepatutnya masyarakat, elit politik dan para pemimpin melakukan intropeksi diri agar kata Pancasila tidak hanya dijadikan pajangan semata. Akibatnya kebebasan yang ada tak dibarengi dengan kedewasaan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, melahirkan beragam aspirasi politik yang bersifat primordial, yang menonjolkan isu etnis, kedaerahan, ataupun agama. "Penghargaan terhadap perbedaan pendapat dan keberagaman menurun. Solidaritas sosial merosot," kata Sumarwiyadi yang juga anggota Hak Asasi Manusia (HAM) Pemkab Jember kepada ANTARA, Jumat. Menurut dia, dalam prakteknya, sering menyaksikan aksi pemaksaan kehendak, pengusiran lantaran berbeda pandangan, ataupun tindakan "sweeping" yang sewenang-wenang. Tatkala gejala keretakan dalam kehidupan berbangsa ini kian tampak akibat desakan berbagai kepentingan itu, memperbincangkan kembali Pancasila menjadi sangat relevan. Pandangan sepihak, ucapnya, adalah tindakan yang tak menghargai keragaman, sesungguhnya bertentangan dengan kekayaan yang terkandung dalam kata Bhinneka Tunggal Ika semboyan kaya makna yang selama ini dilupakan. Saat memperingati lahirnya Pancasila 1 Juni, relevansi untuk menengok kembali pikiran-pikiran yang dikristalkan oleh Bung Karno itu sungguh kuat. Ini bukanlah berarti melestarikan warisan yang mati, beku, atau memistikkannya. "Lebih tepat bila kita memaknai kembali Pancasila dalam konteks persoalan kebangsaan saat ini bahwa pada dasarnya Pancasila mengajak kita memelihara persatuan dengan menghargai keragaman, keekaan dalam kebinekaan bukan persatuan dan keekaan yang dipaksakan," tuturnya. Menurut dia, yang juga ketua Majelis Antar Gereja (MAG) Jember ini, semua pihak harus segera intropeksi diri, agar Pancasila kembali pada makna sejati saat proklamasi kemerdekaan bangsa ini.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007