Jakarta (ANTARA News) - Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menggandeng Unit Investigasi Keuangan (FIU) negara Bermuda dan Republik Mauritius dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (money laundering). "Kerja sama internasional perlu terus kita tingkatkan mengingat pelaku tindak pidana di Indonesia dapat saja melarikan hasil kejahatannya, dan melakukan pencucian uang di luar negeri," kata Kepala PPATK, Yunus Husein, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat. Kerja sama yang nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU)-nya ditandatangani di sela pertemuan tahunan The Egmont Group di Bermuda itu merupakan salah satu upaya dalam memperkuat kerja sama dalam meningkatkan pertukaran informasi keuangan, khususnya tukar-menukar informasi intelijen keuangan yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lainnya. Bermuda merupakan negara yang masuk dalam wilayah Britania Raya di Samudera Atlantik bagian utara. Terletak sekitar 933 km dari pesisir Carolina Utara, Amerika Serikat (AS). Di negara itu terdapat banyak "offshore banking" (bank yang menampung dana dari luar negeri). Sementara itu, Mauritius merupakan negara kepulauan yang terletak di barat daya Samudera Hindia atau sekitar 900 kilometer (km) di timur Madagaskar. Pulau Mauritius tercatat ditemukan bangsa Portugis pada 1505, kemudian dijajah oleh Belanda sejak 1638, dan selanjutnya Prancis menguasai pulau itu sepanjang abad ke-18, setelah itu dikuasai Inggris Raya. Mauritius merdeka tahun 1968 dengan bentuk republik dan masuk dalam Negara Persemakmuran di bawah Inggris Raya pada 1992. Menurut Yunus, aliran investasi asing ke Mauritius cukup deras dan menjadikannya sebagai salah satu negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di Afrika. Negara itu menitikberatkan strategi pembangunannya pada masuknya investasi asing. Pada 2005, di negeri itu telah masuk sedikit-dikitnya 9.000 bisnis "offshore" (asing). Khusus investasi di sektor perbankan telah mencapai lebih dari satu miliar dolar AS. Substansi kerja sama dengan dua negara itu adalah melakukan pertukaran informasi intelijen keuangan yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan teroris. Informasi yang dipertukarkan bersifat rahasia dan merupakan kewajiban masing-masing lembaga untuk menjaga kerahasiaannya. Hal tersebut, katanya, bertujuan tidak dapat digunakan sebagai barang bukti di pengadilan, tidak dapat diteruskan ke pihak mana pun tanpa izin tertulis dari pemilik informasi, dan masing-masing lembaga dapat menolak memberikan informasi yang diminta, jika bertentangan dengan kepentingan masing-masing negara. Dalam pertemuan kelompok kerja anggota The Egmon Group di Bermuda, katanya, Indonesia dan Rusia mendapat kesempatan melakukan presentasi atau pemaparan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007