Jakarta (ANTARA News) - Setelah tertunda selama tujuh tahun, Indonesia akhirnya memiliki Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) yang diresmikan pada 31 Mei 2007. Ketua umum DMSI, yang terdiri atas unsur pemerintah, swasta serta akademisi ini, dipegang oleh Menteri Pertanian, dengan Ketua Harian Franky Oesman Widjaja dari produsen minyak sawit. Menteri Pertanian Anton Apriyantono di Jakarta, di sela peresmian DMSI, Kamis malam mengatakan salah satu tujuan pembentukan DMSI adalah untuk memperbaiki citra minyak sawit Indonesia di dunia internasional. "Pemerintah dan swasta yang duduk dalam Dewan ini harus bekerja lebih baik untuk mengatasi hambatan agar tak tertinggal dari negara penghasil sawit lainnya," katanya. Dia mengakui pembentukan DMSI terlambat jika dibandingkan Malaysia yang telah memiliki Malaysian Palm Oil Board (MPOB). Namun demikian, pihaknya tetap optimis Indonesia mampu menjadi produsen minyak sawit terbesar dunia melampaui negara jiran tersebut. Saat ini luas kebun kelapa sawit Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 5,6 juta ha dengan produksi 16,5 juta ton pada 2006. "DMSI ingin menjadikan minyak sawit serta produk turunannya sebagai market leader (penentu di pasar, red) di pasar dunia dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi nasional," katanya. Menyinggung persoalan masih tingginya harga minyak goreng di pasar dalam negeri, Anton mengemukakan DMSI akan mencari mekanisme yang efektif untuk mengatasi hal itu. "Kita harapkan minyak goreng dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama," katanya tanpa merinci mekanisme yang akan ditempuh DMSI. Sementara itu, Ketua Harian DMSI Franky Oesman W, mengatakan saat ini produktivitas sawit, terutama di perkebunan rakyat, masih sangat rendah. Hal itu, tambahnya, karena kualitas bibit yang digunakan rendah, pengolahan lahan tidak optimal, keterbatasan dana untuk melakukan peremajaan tanaman serta pasokan pupuk nasional yang masih bermasalah. (*)
Copyright © ANTARA 2007