Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) tidak transparan dalam pengelolaan uang dari tebusan yang diberikan oleh perusahaan yang mengelola lahan di register 40. Jumlah dana yang diperkirakan mencapai Rp7,8 triliun harus dipertanggungjawabkan kepada publik.


Dana Tarigan, Direktur Ekesekutif Walhi Sumatera Utara mempertanyakan kemana uang tersebut.

“Perintah putusan MA dieksekusi semuanya, kemudian perusahaan diberikan waktu satu siklus tanam sawit, kemudian dihutankan kembali. Nah, uang yang satu siklus tanam tersebut kan seharusnya dikembalikan ke negara. Kalau menurut hitungan kita sudah mencapai Rp 7,8 triliun, siapa yang pegang,” kata Dana dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.


Dana menegaskan, jika uang tersebut belum dibayarkan oleh PT Torganda (perusahaan milik DL Sitorus) maka pemerintah harus meminta uang tersebut. Kalau tidak menurut dia, ada kerugian yang dialami oleh negara dan memunculkan kecurigaan kalau uang tersebut di bagi-bagi kepada oknum.


Dana mengacu pada putusan Mahkamah Agung nomor 2642/K/PID/2006, yang sudah berkekuatan hukum dan memutuskan DL Sitorus, bersalah melakukan penguasaan terhadap hutan negara, lewat perusahaannya, PT Torganda dan PT Torus Ganda. Putusan kasasi itu menyebutkan; pertama, Perkebunan kelapa sawit seluas ± 23.000 ha, yang dikuasai Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan dan PT. Torganda, beserta seluruh bangunan yang ada di sana, dirampas untuk negara lewat Departemen Kehutanan.


Kedua, Perkebunan kelapa sawit seluas ± 24.000 ha, yang dikuasai Koperasi Parsadaan Simangambat Ujung Satu dan PT. Torus Ganda, beserta seluruh bangunan yang ada di sana, juga dirampas untuk Negara lewat Departemen Kehutanan.


Dana mengatakan, sudah melakukan beberapa kali pertemuan dengan KLHK untuk menanyakan hal tersebut. “Terakhir kami ada raker (rapat kerja) dengan KLHK pas puasa. Kami tanyakan kenapa lahan tersebut belum di eksekusi. Mereka bilang sedang siapkan tim, kami bilang kalian siapkan terus tapi sampai sekarang tidak dieksekusi,” tegas Dana.


Dana menduga ada kekuatan tertentu yang membuat KLHK tidak berani mengambil tindakan untuk mengeksekusi lahan tersebut. “Itu sudah sepuluh tahun tapi tidak dieksekusi,” tambahnya lagi.

Walhi Sumut sendiri tetap konsisten meminta KLHK untuk menindak semua perusahaan yang ada di lahan register 40 yang menggunakan lahan tersebut tidak sesuai dengan peruntukkanya. Ini perlu dilakukan agar memperlihatkan, bisa bertindak adil tidak hanya menindak satu perusahaan saja, PT Torganda, tetapi perusahaan lainnya juga termasuk Badan Usaha Milik Negara.


“Kami sudah sampaikan itu, semua perusahaan yang salah harus ditindak dan diperlakukan sama di lahan register 40. Kalau ada yang dikelola masyarakat, maka itu termasuk reformasi agraria untuk dibagikan ke masyarakat. Jika ada perusahaan yang mengelola secara illegal, maka tanah itu harus diambilalih KLHK untuk dikembalikan ke negara dalam kondisi yang sudah dihutankan kembali. Jangan sampai pemerintah yang keluar uang (untuk menghutankan kembali), itu juga tidak adil,” ujar Dana

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017