“Kerja sama yang dilakukan ini untuk mengembangkan industri pengolahan kakao di dalam negeri yang akan menghasilkan cocoa butter, cocoa cake, cocoa liquor dan cocoa powder,†kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, lewat keterangan resmi, di Jakarta, Jumat.
Sehingga, lanjut dia, industri kakao dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan dan selera pasar domestik maupun dunia.
Menurut dia, langkah sinergi ini juga dalam upaya mewujudkan hilirisasi industri pengolahan kakao di Indonesia dan pengembangan kompetensi SDM di dalamnya.
Peletakan batu pertama dari pembangunan Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Kakao itu telah dilakukan pada 15 Agustus 2017.
Pada kesempatan itu juga dilaksanakan penandatanganan perjanjian kerja sama Susanto, Bupati Batang, Wihaji, dan Wakil Rektor UGM Bidang Kerja sama dan Alumni, Paripurna.
Susanto menjelaskan, Kementerian Perindustrian akan memfasilitasi pembangunan gedung seluas 3.075 m2 di Batang ini dengan melengkapi mesin dan peralatan produksi berkapasitas mencapai 6.000 ton per tahun.
“Kami berharap, sarana dan prasarananya dapat dimanfaatkan UGM dan lembaga
penelitian lainnya sebagai sarana hilirisasi penelitian dan pengembangan komoditi kakao,†tuturnya.
Selain itu, menurut Paripurna, dapat juga menjadi wadah pemberdayaan petani yang telah dibina
selama ini untuk terus membudidaya kakao yang baik.
“Misalnya, dalam pengadaan biji kakao, UGM melalui unit kegiatan usahanya telah melakukan kemitraan dengan petani yang mencakup 75 persen dari luas kebun rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur,†ungkap Panggah.
Sedangkan, Wihaji berharap, Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao dapat
membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Kabupaten Batang dan juga menumbuhkan pelaku usaha baru di sektor industri pengolahan cokelat serta mengaktifkan kegiatan penelitian dan pengembangan sehingga industri kakao nasional semakin maju.
Perlu diketahui, kakao merupakan salah satu komoditas utama dan unggulan perkebunan yang
berperan penting sebagai sumber devisa negara, sumber pendapatan petani, penyerapan tenaga
kerja, terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan industri, serta mendorong pengembangan agribisnis dan industri agro.
Oleh karena itu, selama ini Kementerian Perindustrian telah mendorong hilirisasi industri berbasis kakao melalui pemberian bantuan mesin dan peralatan produksi serta pembentukan unit-unit IKM sektor pengolahan kakao yang diharapkan semakin menumbuhkan wirausaha baru.
Hingga saat ini, Indonesia masih merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah
Pantai Gading dan Ghana. Sebagai salah satu negara produsen biji kakao, telah berdiri 20
perusahaan industri kakao dengan kapasitas 800 ribu ton per tahun.
Pewarta: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017