Manila (ANTARA News) - China telah menjamin Filipina bahwa negara itu tak akan menduduki kawasan atau teritorial baru di Laut China Selatan berdasarkan status quo baru yang dimediasi Manila sementara kedua pihak mencoba memperkuat hubungan, kata Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana.

Menteri Luar Negeri Filipina, Alan Peter Cayetano, juga mengatakan, Filipina sedang mengerjakan suatu "persetujuan komersial" dengan China untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber-sumber gas dan minyak di kawasan-kawasan yang diperselisihkan di Laut China Selatan dengan tujuan memulai pengeboran dalam setahun.


Pada 12 Juli 2016, Mahkamah Arbitrase Internasional memenangkan gugatan Filipina bahwa China tidak berhak mengklaim perairan Laut China Selatan. Namun pemerintahan Presiden Filipina, Rodrigo Duerte, menafikan putusan Mahkamah Arbitrase Internasional yang diperjuangkan pendahulunya sejak bertahun-tahun sebelumnya.

Lorenzana mengatakan dalam dengar pendapat di Kongres, Filipina dan China telah mencapai suatu modus vivendi, atau cara untuk berhubungan di Laut China Selatan yang melarang pendudukan baru pulau-pulau.


"Pihak China tak akan menduduki kawasan-kawasan baru di Laut China Selatan atau mereka tidak akan membangun fasilitas di Beting Scarborough," kata Lorenzana, kepada para pembuat undang-undang Senin malam, merujuk kepada daerah perikanan utama dekat dengan Filipina yang China blokade sejak 2015 hingga 2016.

China mengklaim hampir semua Laut China Selatan, perairan yang dilintasi kapal-kapal pengangkut barang dagangan senilai 3 triliun dolar Amerika Serikat tiap tahun. Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga memiliki territorial yang diklaim di kawasan itu.

Ketika ditanya tentang komentar Filipina itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengatakan, China memiliki kedaulatan atas Kepulauan Spratly dan perairan di dekatnya.


China akan terus mendedikasikan dirinya bagi penyelesaian perselisihan itu secara damai melalui pembicaraan dengan pihak-pihak yang terlibat langsung.

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, yang mulai berkuasa Juni lalu, telah menjalin hubungan baik dengan China dan menghindari perselisihan atas kedaulatan maritim dengan negara itu. Kebijakan tersebut berbeda dari apaa yang diambil para pendahulu Duterte. Pemimpin Filipina itu mencaci maki sekutu lamanya Amerika Serikat atas beberapa isu.

China telah membangun tujuh pulau di batu-batu karang di kawasan-kawasan yang diperselisihkan, tiga di antaranya, kata para pakar, mampu mengakomodasi jat-jet tempur. Pulau-pulaau tersebut memiliki landasan pacu, radar dan peluru kendali permukaan-ke-udara yang China katakan bertujuan untuk pertahanan.

Lorenzana tidak berkomentar ketika para pembuat UU, yang mengutip laporan-laporan dari militer, mengatakan kepada dia bahwa lima kapal China telah menunjukkan diri hampir 5 km di luar perairan Pulau Thitu yang dikuasai Filipina di Kepulauan Spratly pada Sabtu.

Kolonel Edgard Arevalo, kepala urusan publik militer, menolak berkomenetar sampai angkatan bersenjata memiliki "gambaran utuh mengenai situasi terkini".

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017